BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Penelitian
Investasi adalah penanaman
modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu
lama dengan harapan mendapatkan keuntungan dimasa mendatang, yaitu capitan gain, dan dividen yield. tetapi sebelum melakukan investasi, Investor perlu
memastikan apakah modal yang ditanamkan mampu memberikan tingkat pengembalian yang
diharapkan atau tidak, salah satunya dengan cara mengetahui kinerja perusahaan.
Perilaku investor ini akan sangat berpengaruh pada harga saham
Mereka yang mempunyai
kepentingan terhadap perkembangan suatu perusahaan sangatlah perlu untuk
mengetahui kondisi keuangan perusahaan tersebut, dan kondisi keuangan suatu
perusahaan dapat diketahui dari laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan,
yang terdiri dari Neraca, Laporan Perhitungan Rugi Laba serta laporan-laporan
keuangan lainnya.
|
Salah satu yang menjadi perhatian dalam penganalisaan laporan keuangan
adalah rasio keuangan perusahaan. Rasio keuangan perusahaan dapat diukur
dengan beberapa indikator, yaitu : Net
Profit Margin (NPM), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Return On
Investement (ROI), Dan Earning Per Share (EPS).
Jadi melalui laporan keuangan
akan dapat dinilai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka
pendeknya, struktur modal perusahaan, distribusi daripada aktivanya,
keefektifan penggunaan aktiva, hasil usaha/pendapatan yang telah dicapai,
beban-beban tetap yang harus dibayar, serta nilai-nilai buku tiap lembar saham
perusahaan yang bersangkutan.
Penggunaan analisis rasio
keuangan yang merupakan alat pengukur akuntansi konvensional memiliki sebuah kelemahan utama yaitu tidak
memperhatikan resiko yang dihadapi perusahaan dengan mengabaikan adanya biaya
modal, sehingga sulit mengetahui apakah suatu perusahaan telah berhasil
menciptakan nilai perusahaan atau tidak.
Untuk mengatasi kelemahan
tersebut, telah dikembangkan sebuah konsep baru yaitu Economic Value Added (EVA) yang mencoba mengukur nilai tambah yang
dihasilkan oleh suatu perusahaan dengan cara mengurangi laba operasi setelah
pajak dengan beban biaya modal (cost of
capital), dimana beban biaya modal mencerminkan tingkat resiko perusahaan.
EVA yang positif menandakan perusahaan berhasil menciptakan nilai bagi pemilik
modal, karena perusahaan mampu menghasilkan tingkat pengembalian yang melebihi
tingkat biaya modal sedangkan jika negatif, menandakan bahwa selama periode
penelitian manajemen perusahaan tidak bisa memberikan nilai tambah ekonomis.
Dibawah ini disajikan data nilai ROI DAN EVA, serta pengaruhnya terhadap harga
saham di PT. Kalbe Farma Tbk PERIODE 1999-2008 :
TABEL 1.1 Data Nilai ROI, EVA dan Harga
Saham
Tahun
|
ROI ( % )
|
EVA (milyar )
|
Closing price (Rp)
|
1999
|
10.44
|
222.2
|
1.125
|
2000
|
(1.61)
|
103.00
|
310
|
2001
|
1.74
|
93.78
|
225
|
2002
|
13.24
|
143.88
|
275
|
2003
|
13.19
|
328.8
|
1.000
|
2004
|
12.34
|
332.2
|
550
|
2005
|
13.51
|
332.9
|
990
|
2006
|
14.63
|
522.5
|
1.190
|
2007
|
13.73
|
505.1
|
1.260
|
2008
|
12.39
|
615.1
|
400
|
Sumber :
Data primer yang diolah (1999 – 2008)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa
perubahan nilai Return On Investment
(ROI) dan Economic Value Added (EVA) pada
PT. Kalbe Farma Tbk cenderung
mengalami pengaruh yang positif terhadap harga saham.
Tahun
2000-2001, ROI mengalami kenaikan dari -1.61% menjadi 1.74%, yang dikuti oleh
penurunan harga saham dari 310 rupiah menjadi 225 rupiah. sebaliknya pada tahun
2002-2003, penurunan ROI dari 13.24% menjadi 13.19%, justru diikuti kenaikan
harga saham dari 275 rupiah menjadi 1000 rupiah. Fenomena juga terjadi kembali
pada tahun 2005-2006, Dimana penurunan ROI yang berubah dari 14.63% menjadi
13.75%, tidak diikuti penurunan harga saham, yang justru mengalami kenaikan
dari 1190 rupiah menjadi 1260 rupiah.
Data-data
ini tidak sesuai dengan teori yang ditulis oleh Robert Ang (1997) yang menyatakan bahwa ROI adalah salah satu
rentabilitas yang terpenting digunakan untuk memprediksi harga atau return
saham perusahaan publik. Meningkatnya ROI akan meningkatkan daya tarik investor
untuk menanamkan dananya ke dalam perusahaan. Dengan kata lain ROI berdampak
positif terhadap harga saham.
Fenomena
EVA terjadi pada tahun 2003-2004, 2006-2008, dimana pada tahun 2003-2004,
terjadi kenaikan nilai EVA dari 328.8 milyar menjadi 332.20 milyar yang justru
diikuti penurunan nilai harga saham dari 1000 rupiah menjadi 550 rupiah. Sebaliknya
pada tahun 2006-2007, terjadi penurunan
nilai EVA dari 522.5 milyar menjadi 505.1 milyar yang dikuti kenaikan harga
saham dari 1190 rupiah menjadi 1260 rupiah. EVA kembali mengalami kenaikan dari
505.10 milyar menjadi 615.1 milyar yang justru diikuti harga saham yang turun
cukup signifikan dari 1260 rupiah menjadi 400 rupiah pada tahun 2007-2008.
Data-data
ini sangat bertentangan dengan
penelitian yang dilakukan Jogiyanto
Hartono dan Chandrawati (1999) yang menyatakan bahwa EVA searah dengan
harga saham atau jika EVA naik maka harga saham juga ikut naik begitu juga
sebaliknya.
Berdasarkan data di atas, terlihat jelas bahwa setiap tahun PT Kalbe Farma
Tbk cenderung mengalami fluktuatif baik jumlah ROI, EVA ataupun harga sahamnya,
Berdasarkan pertimbangan dalam latar belakang masalah tersebut, penulis
berminat untuk melakukan penelitian dengan judul : “PENGARUH ROI DAN EVA TERHADAP HARGA SAHAM DI PT. KALBE
FARMA Tbk PERIODE 1999-2008 “
1.2
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah
yang ingin diteliti oleh penulis adalah :
1.
Seberapa
besar Return On Investment (ROI) di PT. Kalbe Farma Tbk periode 1999-2008
2.
Seberapa besar Economic Value Added (EVA) di PT. Kalbe
Farma Tbk periode 1999-2008
3.
Seberapa besar harga saham di PT. Kalbe Farma Tbk periode 1999-2008
4.
Bagaimanakah pengaruh ROI terhadap harga saham di
PT. Kalbe Farma Tbk periode 1999-2008
5.
Bagaimanakah pengaruh EVA terhadap Harga Saham di PT. Kalbe Farma Tbk periode 1999-2008
6.
Bagaimanakah
pengaruh ROI dan EVA terhadap Harga Saham di PT. Kalbe Farma Tbk periode
1999-2008
1.3
Maksud dan
tujuan Penelitian
1.3.1
Maksud
Penelitian
Maksud dari
penelitian yang penulis lakukan adalah :
1.
Untuk
memperoleh data seberapa
besar peranan ROI, EVA terhadap harga
saham di PT. Kalbe Farma Tbk. Periode tahun 1999-2008.
2.
Untuk
mengadakan studi perbandingan antara teori yang dipelajari dengan keadaan yang
sebenarnya terjadi di lapangan.
3.
Untuk
menambah wawasan pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu akuntansi khususnya tentang
peningkatan rasio keuangan terhadap harga saham perusahaan.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini
di lakukan dengan tujuan-tujuan sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui seberapa besar Return On
Investment (ROI) di PT. Kalbe Farma Tbk periode 1999-2008
2. Untuk
mengetahui seberapa besar Economic Value
added (EVA) di PT. Kalbe Farma Tbk periode 1999-2008
3. Untuk
mengetahui seberapa besar harga saham di PT. Kalbe Farma Tbk periode 1999-2008
4. Untuk mengetahui pengaruh ROI terhadap harga
saham di PT. Kalbe Farma Tbk periode 1999-2008
5. Untuk mengetahui pengaruh EVA terhadap harga
saham di PT. Kalbe Farma Tbk periode 1999-2008
6. Untuk mengetahui pengaruh ROI dan EVA
terhadap harga saham di PT. Kalbe
Farma Tbk periode 1999-2008
1.4
Kegunaan
Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan ini
mudah-mudahan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut :
1.
Bagi perusahaan
Memberikan informasi pada perusahaan-perusahaan
yang diteliti, apakah perusahaannya berkinerja baik atau tidak, sehingga dapat
dilakukan langkah-langkah yang terbaik untuk perkembangan perusahaannya
2.
Bagi Investor
Untuk investor
baru, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan Sebagai pertimbangan sebelum
menginvestasikan modalnya, dan untuk investor yang sudah menginvestasikan modalnya,
penilitian ini dapat dijadikan pandangan dan tinjauan mengenai perusahaan tempat
menanamkan modalnya.
3.
Bagi peneliti
Penelitian ini, diharapkan dapat menambah
wawasan penulis mengenai konsep
penilaian kinerja perusahaan beserta impelementasinya, dan menjadi studi
komparatif untuk peneliti-peneliti selanjutnya.
1.5
Kerangka Pemikiran
Objek penelitian adalah PT. Klabe FarmaTbk
yang berkedudukan di Gedung KALBE, Jl. Let. Jend Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510
sedangkan fasilitas pabriknya berlokasi dikawasan industri Delta Silicon, Jl.
M. H. Thamrin, Blok A3-1, Lippo Cikarang, Bekasi, Jawa Barat
Pada perusahaan tersebut ditemukan fenomena dimana penurunan Return On Investment (ROI) dan Economic Value Added (EVA) tidak diikuti
oleh penurunan harga saham, tetapi yang terjadi harga saham justru naik. Begitu
juga ada yang sebaliknya
Menurut Sofyan (2006) Analisa
laporan keuangan adalah:
”Menguraikan
pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat
hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu
dengan yang lain baik antara data kuantitatif
maupun data non kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan
lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.”
Mambuh M. Hanafi dan Abdul Halim (1996) mengatakan bahwa ROI merupakan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang digunakan untuk menutup investasi
yang dikeluarkan
Formula yang digunakan
untuk menghitung ROI adalah sebagai berikut:
ROI = EAT/Total Aktiva
ROI penting untuk diteliti karena berpengaruh terhadap naik turunnya harga
saham, ROI mengefisienkan Earning
After Tax dengan
asset yang ada sehingga investor akan melihat jika asset yang ada mendapatkan Earning
After Tax yang besar, maka
perusahaan dalam kondisi yang baik. Dengan kondisi perusahaan yang baik maka
para investor akan tertarik untuk membeli saham perusahaan tersebut.
Robert Ang (1997) mengatakan bahwa ROI adalah salah satu
rentabilitas yang terpenting digunakan untuk memprediksi harga atau return
saham perusahaan publik. Meningkatnya ROI akan meningkatkan daya tarik investor
untuk menanamkan dananya ke dalam perusahaan. Dengan kata lain ROI berdampak
positif terhadap harga saham.
G Bennert Stewart dalam bukunya ”the Quest For Value” mengatakan bahwa
EVA merupakan kunci untuk menciptakan nilai perusahaan. Nilai perusahaan ini
mencerminkan seberapa besar manajemen mampu menciptakan atau menambah kekayaan
bagi para pemilik modal (Tunggal, 2008:1)
EVA merupakan
hasil pengurangan total biaya modal terhadap laba operasi setelah pajak. Biaya modal sendiri berupa cost of debt dan cost of Equity. Economic Value Added diformulasikan sebagai berikut
:
EVA=
NOPAT – (Capital x c) atau;
EVA=
(r-c) x Capital
Dimana
:
·
NOPAT =
Net Operating Profit After Tax, yaitu laba bersih ditambah bunga setelah pajak
·
c = Biaya capital adalah biaya bunga pinjaman
dan biaya modal yang digunakan untuk menghasilkan NOPAT
·
r =
Tingkat balikan capital, yaitu NOPAT dibagi dengan Capital
·
Capital =
Jumlah dana yang tersedia bagi perusahaan untuk membiayai perusahaannya. (Mike
Roussana, 1997)
Beberapa peneliti telah membandingkan
variabel EVA dan ROI dengan pengaruhnya terhadap harga saham. Salah satunya Jogiyanto Hartono dan Chandrawati (1999)
dalam penelitian Subekti Puji Astuti
(2006) menunjukan EVA dan ROI berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
Harga saham
merupakan harga suatu jenis saham yang terbentuk di pasar modal akibat aksi
jual beli para investor sekuritas saham (Suad
Husnan, 2001;115).
Berdasarkan pada kajian kerangka pemikiran
di atas, maka skema kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut
Sumber : Dari berbagai sumber yang diolah
Gambar 1.1
Kerangka pemikiran
Gambar
1.2 Paradigma
Penelitian
1.6
Hipotesis
Penelitian
Berdasarkan
kerangka pemikiran dan data yang telah dikemukakan di atas, maka penulis
mengambil kesimpulan sementara atau hipotesis sebagai berikut
1.
ROI berpengaruh
positif terhadap perubahan Harga saham di PT. Kalbe Farma Tbk.
2.
EVA
berpengaruh positif terhadap perubahan Harga saham di PT. Kalbe Farma Tbk.
3.
ROI dan EVA
berpengaruh positif terhadap perubahan Harga saham di PT. Kalbe Farma Tbk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Akuntansi
2.1.1
Definisi Akuntansi
Menurut
Al Haryono Yusuf (2003: 4)
pengertian akuntansi dapat dirumuskan dari dua sudut pandang, yaitu pengertian
dari sudut pemakai jasa akuntansi, dan dari sudut proses kegiatannya. Ditinjau
dari sudut pemakaiannya, akuntansi dapat didefinisikan sebagai:
“Suatu disiplin yang menyediakan informasi yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efisien dan mengevaluasi
kegiatan-kegiatan suatu organisasi.”
Pengertian
akuntansi menurut Kusnadi (1999: 7)
adalah:
“ Suatu seni
atau keterampilan mengolah transaksi atau kejadian yang setidak tidaknya dapat
diukur dengan uang, menjadi laporan keuangan dengan cara sedemikian rupa
sistematisnya berdasarkan prinsip yang
diakui umum sehingga para pihak yang berkepentingan atas perusahaan dapat
mengetahui posisi keuangan serta hasil operasinya pada setiap waktu diperlukan
dan daripadanya dapat diambil keputusan maupun pemilihan berbagai tindakan
alternatif di bidang ekonomi.”
|
2.1.2
Fungsi Akuntansi
Akuntansi
memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahui
kinerja ekonomi dan kondisi perusahaan.
Menurut Kusnadi (1999: 9) fungsi akuntansi
adalah:
1.
Menghitung laba
yang dicapai oleh perusahaan kemudian menilai apakah pimpinan perusahaan telah
dibebankan kepadanya oleh para pemilik
2.
Membantu
mengamankan dan mengawasi semua hak dan kewajiban perusahaan khususnya dari
segi ukuran finansial
3.
Memberikan
informasi yang sangat berguna kepada para pihak yang berkepentingan.
2.1.3
Prinsip Akuntansi
Menurut H. Kusnadi dkk (2002) yang dikutip
dari pendapat beberapa pakar akuntansi mengenai prinsip akuntansi dapat
diterima umum bila memenuhi hal-hal
sebagai berikut :
1.
Going Concern
(Kontinuitas Usaha)
Konsep ini mengatakan bahwa
suatu perusahaan akan beroperasi secara terus menerus dan akan selalu melakukan
kegiatan yang tak terbatas, meskipun kenyataannya banyak perusahaan yang gagal
setelah baru saja didirikan.
2.
Entity
(Kesatuan)
Konsep ini mengatakan bahwa
perusahaan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah dari para pemilik.
3.
Accounting
Periode (Periode Akuntansi)
Cara untuk mengukur hasil-hasil
yang diperoleh perusahaan dengan melakukan pembagian total kehidupan perusahaan
ke dalam beberapa bagian periode tahunan.
4.
Measurement Unit
(Kesatuan Pengukuran)
Hasil akhir dari akuntansi
adalah laporan keuangan perusahaan yang nantinya akan disampaikan kepada pihak
yang berkepentingan, sedangkan objek atau sasarannya adalah transaksi atau
kejadian keuangan. Konsekuensinya semua transaksi maupun harta kekayaan diukur
dengan uang dan memiliki keseragaman pengukuran, artinya diakui dalam suatu
daerah tertentu (Negara)
5.
Historical Cost Measurement
(Pengukuran Berdasarkan Nilai Historis)
Jumlah uang yang dikeluarkan
dalam transaksi merupakan jumlah yang dipakai sebagai dasar bagi pengakuan
barang atau jasa yang dikeluarkan. Biaya merupakan suatu nilai yang dipandang
sebagai hal yang sudah tetap dan sekaligus memenuhi netralitas dan
verifiabilitas.
6.
Objective Evidences
(Bukti yang Objektif)
Informasi yang tercantum dalam
laporan keuangan harus didasarkan atas suatu fakta yang dapat dibuktikan
kebenarannya serta bersifat objektif.
7.
Full Disclosure
(Pengungkapan Sepenuhnya)
Disclosure
berarti bahwa semua laporan keuangan dan semua bahan informasi yang mempunyai
pengaruh terhadap laporan keuangan harus diungkapkan secara jelas.
8.
Consistency
(Konsisten)
Konsep konsisten dimaksudkan
bahwa laporan keuangan dari berbagai periode harus dapat diperbandingkan. Di
dalam proses akuntansi, konsistensi berarti penerapan yang sama atas prinsip,
prosedur-prosedur dan metode-metode akuntansi di setiap periode akuntansi yang
berurutan.
9.
Conservatism (Waspada)
Prinsip ini menyatakan bahwa
pendapatan bersih dan aktiva hendaknya tidak dicatat terlalu tinggi (over stated), namun juga tidak berarti
bahwa ia boleh dicatat lebih rendah (under stated).
10.
Materiality (Nilai
yang Cukup Penting)
Suatu pendapatan atau biaya
biasanya dinilai materialitasnya dengan cara dikaitkan secara langsung serta
mempunyai pengaruh terhadap keputusan. Materiality adalah suatu hubungan
antara nilai uang dari suatu barang atau transaksi dengan jumlah nilai dari
seluruh barang.
11.
Matching Expense With Revenue
(Realisasi)
Dengan tujuan untuk mengetahui
seberapa besar yang telah dicapai oleh suatu perusahaan, maka harus
dibandingkan semua biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan
dengan/atau dikurangkan dari total pendapatan yang diperoleh perusahaan dalam
suatu periode akuntansi.
12.
Comparability (Komparabilitas)
Prinsip ini ditujukan kepada
bentuk dan isi laporan keuangan yang diproses dengan sistem, metode dan teknik
yang sama, sehingga menghasilkan format yang sama pada dua periode akuntansi
yang berkelanjutan.
2.1.4
Akuntansi Keuangan
Dengan perkembangan bidang
perekonomian di Indonesia akhir-akhir ini telah menjadikan peranan akuntansi
makin meningkat. Perubahan penting yang erat kaitannya dengan perkembangan
akuntansi ditandai dengan lahirnya
undang-undang perpajakan yang baru, deregulasi di bidang perbankan, dan
perkembangan yang sangat pesat dalam pasar modal. Sejalan dengan perkembangan dalam
bidang tersebut tentunya menuntut adanya akuntansi yang dapat memberikan
informasi/gambaran kondisi keuangan
suatu perusahaan atau organisasi yang akhirnya dapat dibutuhkan masyarakat
Agar
berguna bagi para pemakai, informasi keuangan harus memiliki 4 karekteristik kualitatif yang utama, yakni
dapat dipahami, relevan, andal dan dapat diperbandingkan (Slamet Sugiri & Sumiyana, 2005).
Dalam UU No. 1/1995 tentang
Perseroan Terbatas (PT) dijelaskan bahwa laporan keuangan merupakan suatu alat
pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan oleh pengurus perusahaan (Direksi dan
komisaris). Sebagai alat
pertanggungjawaban, laporan keuangan wajib disampaikan kepada pemillik (Darsono & Ashari, 2004)
Laporan keuangan harus memenuhi
lima elemen, yakni; aktiva, kewajiban, ekuitas, penghasilan dan beban. Berikut
pengertian dari masing-masing elemen :
1.
Aktiva (asset), adalah
sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa
lalu dan darimana sumber (manfaat)
ekonomi di masa depan dapat diharapkan oleh perusahaan.
2.
Kewajiban (liability),
merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu,
penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumberdaya perusahaan
yang mengandung manfaat ekonomi.
3.
Ekuitas (equity), adalah
hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban.
4.
Penghasilan (income), adalah
kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan
atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan
ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.
5.
Beban (expense), adalah
penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus kas
keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan
penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.(
Slamet Sugiri & Sumiyana,
2005)
Menurut
Slamet Sugiri, dkk (2005: 5) tujuan umum laporan keuangan
adalah :
“Untuk
menyediakan informasi yang berguna bagi para investor, kreditor dan calon
kreditor atau pemakai lain dalam pengambilan keputusan rasional mengenai
investasi, kredit dan sejenisnya. Informasi tersebut harus dapat dipahami oleh
seluruh pihak yang mempunyai pengetahuan tentang aktivitas bisnis dan ekonomi
dan mempunyai ketekunan yang cukup memadai untuk mempelajari informasi
tersebut”.
2.2.
Laporan Keuangan
2.2.1.
Pengertian Laporan Keuangan
Laporan
Keuangan Pada Dasarnya adalah hasil proses akuntansi yang dapat digunakan
sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu
perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas
perusahaan tersebut (munawir, 2000:2).
Laporan keuangan memberikan ikhtisar mengenai keadaan financial suatu
perusahaan, dimana neraca (balance sheet)
mencerminkan nilai aktiva, utang dan modal sendiri pada suatu saat tertentu,
dan laporan laba rugi ( income statement)
mencerminkan hasil-hasil periode satu tahun
( Bambang Riyanto, 2001 )
Menurut
SAK dalam bagian kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan
mendefinisikan bahwa laporan keuangan meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan
perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya
sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana ) dan catatan atas laporan keuangan,
laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian intergral dari
laporan keuangan (Robert Ang, 1997:18.6)
Sedangkan
pengertian analisis laporan keuangan menurut soemarso (1999:430) adalah hubugan antara suatu angka dalam laporan
keuangan dengan angka lain yang mempunyai makna atau dapat menjelaskan arah
perubahan suatu fenomena
Menganalisi
laporan keuangan, berarti melakukan suatu proses untuk membedah laporan
keuangan ke dalam unsur-unsurnya, menelaah masing-masing unsur tersebut dengan tujuan
untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat atas laporan
leuangan tersebut (Dwi Purnomo, 2002:52). Untuk membantu pembaca dalam
menafsirkan data bisnis, laporan keuangan bisaanya disajikan dalam bentuk
komparatif. Laporan Komparatif adalah laporan keuangan yang disajikan
berdampingan untuk dua tahun atau lebih (Simamora,
2000:515). Melalui laporan keuangan akan dapat dinilai kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya, struktur modal perusahaan,
distribusi aktivanya, keefektifan penggunaan aktiva, hasil usaha atau
pendapatan yang telah dicapai, beban-beban tetap yang harus dibayar, serta
nilai-nilai buku tiap lembar saham perusahaan yang bersangkutan
2.2.2.
Teknik-teknik Analisis Laporan Keuangan
Teknik-teknik
analisis laporan keuangan digunakan untuk memperlihatkan hubungan dan
perubahan-perubahan. Menurut Simamora
(2000:518) terdapat tiga teknik yang lazim dipakai, yaitu:
1.
Analisis Horizontal
Analisis
Horizontal adalah teknik yang dipakai untuk mengevaluasi serangkaian data
laporan keuangan selama periode tertentu
2.
Analisis Vertikal
Adalah teknik
yang digunakan untuk mengevaluasi data laporan keuangan yang menggambarkan
setiap pos dari laporan keuangan dari segi persentase jumlahnya
3.
Analisis Rasio
Analisis rasio
menggambarkan hubungan diantara pos-pos yang terseleksi dari data laporan
keuangan
2.3. Analisa Laporan Keuangan
Analisa laporan
keuangan merupakan proses yang penuh pertimbangan dalam
rangka membantu mengevalusi posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada
masa sekarang dan masa lalu, dengan tujuan untuk menentukan estimasi dan
prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi dan kinerja perusahaan pada masa
mendatang. Analisa laporan keuangan sebenarnya banyak sekali namun pada
penelitian kali ini penulis menggunakan analisa rasio keuangan karena analisa
ini lebih sering digunakan dan lebih sederhana.
2.3.1. Analisa
Rasio Keuangan
Rasio menggambarkan suatu hubungan atau
perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah lain (munawir,
2000:54). Rasio sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam aritmatichal terms yang dapat digunakan
untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data financial (Bambang Riyanto, 2001:329)
Penganalisa financial dalam mengadakan analisa ratio
financial pada dasarnya dapat
melakukannya dengan dua macam pembanding (Bambang Riyanto, 2001:329),
yaitu :
1. Membandingkan rasio sekarang (present ratio) dengan rasio-rasio dari waktu yang lalu (ratio histories) atau dengan
rasio-rasio yang diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan datang dari perusahaan
yang sama.
2. Membandingkan rasio-rasio dari suatu
perusahaan (rasio perusahaan/company ratio)
dengan rasio-rasio semacamnya dari perusahaan lain yang sejenis atau industri
(rasio industri/rasio rata-rata/rasio standard) untuk waktu yang sama.
2.3.2.
Penggolongan Rasio
Untuk menganalisis
laporan keuangan tersebut diperlukan suatu alat analisis yaitu rasio keuangan. Menurut Munawir (2000:68), angka rasio dapat
dibedakan menjadi tiga menurut sumber datanya, antara lain :
1.
Rasio-rasio neraca (balance sheet ratio)
Adalah semua rasio yang semua
datanya diambil atau bersumber pada neraca (misalnya : Current ratio, Acid Test Ratio)
2.
Rasio-rasio Laporan Laba Rugi (income Statement ratio)
Yaitu angka-angka rasio yang
dalam penyusunannya semua datanya diambil dari laporan laba rugi (misalnya : Gross Profit Margin, Net Profit Margin,
Operating ratio, dan sebagainya)
3.
Rasio-rasio Antar Laporan
Yaitu semua angka rasio yang
penyusunan datanya berasal dari neraca dan data lainnya dari laporan laba rugi
(misalnya : Inventory turnover, account
receivable turn over, sales to Fixed assets, dan sebagainya)
Sedangkan menurut Robert Ang (1997 :18.23-18.38)
rasio keuangan dapat dibagi kedalam
jenis menurut ruang lingkup atau tujuan yang ingin dicapai, yaitu :
1.
Rasio Likuiditas (liquidity Ratios)
Rasio likuiditas mengukur kemampuan jangka
pendek perusahaan dengan melihat aktiva lancar perusahaan relatif terhadap
hutang lancarnya (hutang dalam hal ini merupakan kewajiban perusahaan) Dua
rasio likuiditas jangka pendek yang
sering digunakan adalah rasio lancar (Cash
Ratio) dan rasio quick (acid test
rasio). Rasio lancar mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva
lancarnya (aktiva yang akan berubah menjadi kas dalam waktu satu tahun atau
satu siklus bisnis). Rasio Quick merupakan rasio antara aktiva lancar sesudah
dikurangi persediaan dengan hutang lancar dan menunjukan besarnya alat likuid
yang paling cepat yang bisa digunakan untk melunasi hutang lancar.
2.
Rasio Aktivitas (Activity Ratios)
Rasio ini melihat beberapa aktiva kemudian
menentukan berapa tingkat aktivitas aktiva-aktiva tersebut pada tingkat
kegiatan tertentu. Aktivitas yang rendah pada tingkat penjualan tertentu akan
mengakibatkan semakin besarnya dana kelebihan yang tertanam pada aktiva-aktiva
tersebut. Dana kelebihan tersebut akan lebih baik bila ditanamkan pada aktiva
lain yang lebih produktif. Empat rasio tersebut adalah :
a.
Perputaran Persediaan
Rasio
ini menghitung perputaran persediaan yang terjadi dalam kurun waktu satu tahun,
yaitu harga pokok penjualan dibagi persediaan
b.
Perputaran Piutang
Rasio ini menghitung perputaran piutang
yang mampu dibayarkan dalam kurun waktu satu tahun, dengan membagi penjualan
terhadap piutang dagang
c.
Perputaran Aktiva tetap
Rasio ini menghitung perputaran aktiva
tetap yang terjadi dalam kurun waktu satu tahun, dengan cara membagi penjualan
terhadap aktiva tetap
d.
Perputaran Total aktiva
Rasio ini menghitung perputaran total
aktiva yang terjadi dalam kurun waktu satu tahun, dengan cara membagi penjualan
terhadap total aktiva
3.
Rasio Solvabilitas (Solvency Ratios)
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak solvable adalah perusahaan yang total
hutangnya lebih besar dibandingkan total asetnya. Rasio ini mengukur likuiditas
jangka panjang perusahaan dan dengan demikian memfokuskan pada sisi kanan
neraca. Ada beberapa macam rasio yang dapat dihitung, yaitu :
a.
Debt
To Total Assets Ratio
Rasio ini menghitung Total
Aktiva yang dibeli secara kredit, yaitu dengan cara membagi total hutang
terhadap total aktiva
b.
Time
Interest Earned Ratio
Rasio ini menghitung persentase kemampuan
perusahaan menutupi biaya bunga dari laba kotornya, yaitu dengan cara
membagi Earning Before Tax and Interest (EBIT) terhadap biaya bunga
c.
Fixed
Charges Coverage. Ratio
Rasio ini menghitung kemampuan perusahaan
untuk menutupi biaya lain-lain dari laba kotornya, yaitu dengan cara
menjumlahkan EBIT, biaya bunga dan biaya lain-lain dibagi dengan jumlah biaya
bunga dan biaya lain-lain
4.
Rasio Pasar (Market Ratio)
Rasio pasar yaitu rasio yang
mengukur harga pasar relatif terhadap nilai buku. Sudut pandang rasio ini lebih
banyak berdasar pada sudut investor atau calon investor, meskipun pihak
manajemen juga berkepentingan terhadap rasio-rasio ini. Ada beberapa rasio yang
bisa dihitung yaitu :
a.
PER (Price Earning Ratio)
Rasio ini menghitung jumlah
yang berani dibayarkan oleh investor untuk satu rupiah saham, yaitu dengan
membagi harga pasar pertahun terhadap laba pertahun (dividen)
b.
Market
To Book Ratio
Rasio ini menghitung jumlah
yang berani dibayarkan oleh investor untuk satu rupiah nilai buku, yaitu dengan
membagi harga pasar per lembar saham biasa terhadap nilai buku per lembar saham
biasa
5.
Rasio
Rentabilitas/Profitabilitas (Profitability Ratios)
Rasio profitabilitas yaitu rasio yang
melihat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Rasio profitabilitas
merupakan aspek fundamental perusahaan, karena selalu memberikan daya tarik
yang besar bagi investor yang akan menanamkan dananya pada perusahaan juga
sebagai alat ukur terhadap efektivitas dan effisiensi penggunaan semua sumber
daya yang ada di dalam proses operasional perusahaan. Hanafi dan Halim (1996) mendefinisikan rasio profitabilitas sebagai
rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan
(profitabilitas) pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham tertentu.
Rasio Profitabilitas dapat diukur dengan
beberapa indikator :
a.
Profit
margin
Profit
margin merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan
dibandingkan dengan penjualan yag dicapai. Rumus yang bisa digunakan adalah
sebagai berikut :
Gross
Profit Margin = Laba kotor/penjualan x
100%
Profit
Margin = EBIT/Penjualan x 100%
Net
Profit Margin = EBIT/Penjualan x 100%
b.
ROA (return On
Assets)
Return
On Asstes juga sering disebut sebagai rentabilitas
ekonomis merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan
semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini laba yang dihasilkan
adalah laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT
ROA = EBIT/Total Aktiva
x 100%
c.
ROE
(Return On Equity)
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan laba berdasarkan modal tertentu. Rasio ini merupakan ukuran
profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham.
ROE bisa dihitung sebagai berikut :
ROE = EAT/Total Ekuitas
Meskipun rasio ini mengukur laba dari sudut
pandang pemegang saham, rasio ini tidak memperhitungkan dividen ataupun capital
gain untuk pemegang saham. Karena itu rasio ini bukan pengukur return pemegang
saham yang sebenarnya. ROE dipengaruhi oleh ROA dan Leverage keuangan perusahaan.
Selain itu ROE bisa dihitung dengan cara :
ROE = Laba Bersih Dividen Saham
Preference
Rata-rata Saham Biasa
Laba bersih dividen saham preferen
mengindikasikan bagian laba yang bisa dialokasikan ke pemegang saham untuk
periode tertentu. Setelah semua hak – hak kreditur dan saham preferen telah
dilunasi, biaya bunga telah dikurangkan dari laba bersih. Sementara dividen
untuk saham preferen belum dikurangkan, Karena itu dividen untuk saham preferen
mesti dikurangkan dari laba bersih perusahaan untuk memperoleh hak bersih
pemegang saham biasa.
Rata-rata saham biasa mengindikasikan
rata-rata jumlah saham yang digunakan selama periode tertentu. Saham biasa
dengan total saham dikurangi nilai dari nominal saham preferen
d.
ROI (Return On
Investment)
Return
On Investment (ROI) merupakan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan yang digunakan untuk menutup investasi yang
dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengatur rasio ini adalah laba bersih
setelah pajak atau EAT. Formula yang digunakan untuk menghitung ROI adalah
sebagai berikut :
ROI = EAT / Total Aktiva
Analisa Return
On Investment dalam analisis keuangan mempunyai arti yang sangat penting
sebagai salah satu tekhnik analisa keuangan yang bersifat menyeluruh. Analisa
ROI ini merupakan teknik yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk
mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Return On Investment itu sendiri adalah suatu bentuk dari rasio
profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur perusahaan dengan
keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Dengan demikian rasio ini
menghubungkan keuntungan yang diperolah dari operasi perusahaan (Net Operating Income) dengan jumlah
investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi
tersebut (Net Operating Assets). Sebutan
lain untuk rasio ini adalah net operating
rate of return atau operating earning
power.
Kegunaan dari analisa ROI dapat dikemukakan
sebagai berikut :
1) Sebagai
salah satu kegunaannya yang prinsipil ialah sifatnya yang menyeluruh. Apabila
perusahaan sudah menjalankan praktek akuntansi yang baik, maka manajemen dengan
menggunakan teknik analisa ROI dapat mengukur effisiensi penggunaan modal yang
bekerja, efisiensi produksi dan efisiensi bagian penjualan. Apabila suatu
perusahaan pda suatu periode telah mencapai “Operating
asset TurnOver “ sesuai dengan standar atau target yang telah ditetapkan,
tetapi ternyata ROI-nya masih dibawah standar target, maka perhatian managemen
dapat dicurahkan pada usaha peningkatan efisiensi disektor produksi dan
penjualan. Sebaliknya apabila profit margin telah mencapai target dari standar
yang telah ditetapkan, sedangkan “Operating
asset TurnOver “ masih di bawah target maka perhatian managemen dapat
dicurahkan untuk perbaikan kebijakan investasi baik dalam modal kerja maupun
dalam aktiva tetap. Operating Assets
turnover ini bisa disebabkan karena kesalahan dalam kebijakan pembelian
bahan mentah yang dibeli teralu besar menumpuk digudang.
2) Apabila
perusahaan dapat mempunyai data industri sehingga dapat diperoleh rasio
industry, dengan analisa ROI ini dapat dibandingkan efisiensi penggunaan modal
pada perusahaanya dengan perusahaan lain yang sejenis, sehngga dapat diketahui
apakah perusahaannya berada dibawah, sama atau diatas rata-ratanya. Dengan
demikian akan dapat diketahui dimana kelemahannya dan apa yang sudah kuat pada
perusahaan tersebut dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis.
3) Analisa
ROI dapat digunakan untuk mengukur efisiensi aktivitas-aktivitas yang dilakukan
oleh divisi/bagian, yaitu dengan mengalokasikan semua biaya dan modal kedalam
bagian yang bersangkutan. Arti penting mengukur rate of return pada tingkat bagian adalah untuk dapat membandingkan
efisiensi suatu bagian dengan bagian yang lain didalam perusahaan yang
bersangkutan
e.
Earning Per
Share
Kadang-kadang pemilik juga
menginginkan data mengenai keuntungan yang diperoleh untuk setiap lembar
sahamnya. Keuntungan perlembar saham biasanya merupakan indikator laba yang
diperhatikan oleh para investor yang merupakan angka dasar yang diperlukan
dalam menentukan harga saham. Earning
pershare atau laba perlembar saham merupakan ukuran kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan keuntungan per lembar saham pemilik. Laba yang digunakan
sebagai ukuran adalah laba bagi pemilik EAT.
EPS = EAT /Jumlah Lembar
Saham
2.4.
Economic Value Added (EVA)
2.4.1
Definisi EVA
Konsep EVA ( Economic Value Added ) diluncurkan Stern Steward pada tahun
1989. Dipopulerkan oleh G. Bennet
Stewart III, Managing Partner dari Stern Steward & Co. dalam bukunya “ The Quest for Value “ pada tahun 1991
( Tunggal, 2008 : 1)
EVA dapat diartikan sebagai
nilai tambah ekonomis yang dihasilkan perusahaan dengan mengoptimalkan beban
bunga atas struktur permodalan.
EVA sendiri dapat didefinisikan
sebagai :
“
Keuntungan setelah pajak ( After tax operating system ) dikurangi dengan total
biaya midal ( total cost of capital ) dari seluruh odal yang dipergunakan untuk
menghasilkan laba tersebut “. (Teuku Mirza, 1999)
Dengan kata lain EVA merupakan
pengukuran pendapatan sisa yang mengurangkan biaya-biaya modal terhadap laba
operasi. Stern & Stewrd melakukan beberapa penyesuaian terhadap laba
operasi setelah pajak yag disusun menurut Standar Akuntasi Keuangan (SAK).
Penyesuaian ini perlu dilakukan untuk menghilangkan distorsi yang ditimbulkan
Standar Akuntansi Keuangan yang digunakan. Penyesuaian tersebut yaitu dengan
menambahkan cadangan-cadangan ekuitas ekuivalen kedalam modal serta menambahkan
beban periodik dari cadangan–cadangan tersebut pada laba operasi setelah pajak.
Contoh dari cadangan–cadangan ekuitas
ekuivalent antara lain adalah cadangan piutang tak tertagih, amortisasi kumulatif dan goodwill, dan aktiva tak berwujud yang
dikapitalisasikan (misalnya pengeluaran untuk penelitian pengembangan).
2.4.2
EVA Sebagai Alat Penilai
Perusahaan
Untuk menilai suatu perusahaan,
perhitungan EVA tidak hanya pada periode masa kini tetapi juga mencakup periode
yang akan datang. Hal ini disebabkan karena EVA pada suatu tahun tertentu
menunjukan besarnya penciptaan nilai pada tahun tersebut. Sedangkan nilai
perusahaan menunjukan nilai sekarang dari total penciptaan selama umur
perusahaan tersebut.
Berdasarkan model penilaian
Edward-Bell Johson, Lee (1996) menyatakan bahwa nilai perusahaan dapat
dinyatakan sebagai penjumlahan dari total modal yang diinvestasikan ditambah
nilai sekarang dari total EVA perusahaan dimasa datang :
Nilai pasar mencerminkan nilai
perusahaan, dengan demikian perusahaan dengan nilai sekarang EVA yang positif
akan mempunyai rasio lebih dari satu sedangkan perusahaan dengan nilai yang negatif
akan memiliki rasio kurang dari satu.
2.4.3
Tolak Ukur EVA
Menurut Gatot Wijayanto (1993) penilai EVA dapat dinyatakan sebagai berikut
:
1. Apabila
EVA > 0, berarti nilai EVA positif yang menunjukan telah terjadi proses
nilai tambah pada perusahaan
2. Apabila
EVA = 0 menunjukan posisi impas atau break
event Point
3. Apabila
EVA < 0 yang berarti EVA negatif menunjukan tidak terjadi proses nilai
tambah
Dari uraian singkat diatas,
dapat ditarik kesimpulan, bahwa pada dasarnya pendekatan EVA berfungsi sebagai
:
1. Indikator
tentang adanya penciptaan nilai dari sebuah investasi
2. Indikator
kinerja sebuah perusahaan dalam setiap kegiatan operasional ekonomisnya
3. Pendekatan
baru dalam pengukuran kinerja perusahaan dengan memperhatikan secara adil para
penyandang dana atau pemegang saham
2.4.4
Keunggulan EVA
Adapun keunggulan EVA adalah
sebagai berikut :
1. Penilaian
EVA dimasa yang akan datang mengakibatkan perusahaan untuk lebih memperhatikan
kebijakan struktur modal.
2. EVA
membantu manajemen puncak untuk memfokuskan kegiatan usaha mereka, yaitu
memperoleh EVA setinggi mungkin agar para pemegang saham mendapatkan
penghasilan yang maksimal. Fokus ini akan membantu mengurangi koflik yang
terjadi antara pihak manajemen dan pemilik perusahaan
3. EVA
memfokuskan penilaiannya pada nilai tambah dengan mempertimbangkan beban biaya
modal sebagai konsekuensi investasi
4. EVA
dapat digunakan secara mandiri tanpa membutuhkan data pembanding seperti
standar industri atau perusahaan sejenis
5. Penggunaan
EVA meminimalisir terjadinya missleading
dalam membuat kesimpulan atas kondisi perusahaan yang sesungguhnya, karena
adanya pertimbangan atas tingkat pertumbuhan usaha dan faktor penghambat bagi
investor untuk memperoleh dividen
2.4.5
Kelemahan EVA
Beberapa kelemahan yang patut
dipertimbangkan dalam penggunaan analisis EVA adalah :
1.
EVA hanya mengukur hasil akhir,
tidak mengukur aktivitas-aktivitas penentu seperti loyalitas dan tingkat
resensi konsumen
2.
EVA terlalu bertumpu pada keyakinan
bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil
keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu padahal faktor-faktor lain
terkadang justru lebih dominan
3.
EVA tergantung transparasi
internal. Kenyataan perusahaan kurang transparan dalam mengemukakan kondisi
internalnya.
2.4.6
Perhitungan EVA
Menurut Amin Widjaja Tunggal (2008) dalam menghitung EVA dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Menghitung NOPAT (Net Operating Profit After Tax)
2.
Mengidentifikasi Invested Capital
3.
Menentukan Capital Cost Rate (WACC/Weighted
Average Cost of Capital) yang wajar
4.
Menghitung EVA perusahaan
Berikut dijelaskan beberapa
komponen perhitungan EVA (tunggal: 2008)
yaitu :
1.
NOPAT (Net Operating After Tax)
NOPAT
adalah laba yang diperoleh dari operasi perusahaan setelah dikurangi pajak
penghasilan, tetapi termasuk biaya keuangan (financial
Cost) dan non cash bookkeeping
entries seperti biaya penyusutan. NOPAT dapat dihitung sebagai berikut :
NOPAT = operating
income + Interest income + equity income (income from subsidiary/affiliated
companies) + other income (investment) – Other Loss – Income taxes – tax Shield
on Interest
2.
Invested Capital
Dalam
konsep EVA, nilai capital terdiri dari nilai ekuitas dan nilai hutang yang berhubungan
dengan adanya penyesuaian yaitu penambahan equity
equivalent sehingga diperoleh nilai buku ekonomis (economic book value)
Hutang
diperhitungkan dalam konsep EVA adalah jumlah seluruh pinjaman perusahaan
diluar pinjaman tanpa bunga (non-interest
bearing liabilities), seperti hutang dagang, biaya yang masih harus
dibayar, hutang pajak, uang muka pelanggan, dan sebagainya.
Perhitungan
Invested Capital dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu :
a.
Pendekatan
Operasi (Operating approach)
Invested capital = kas + working capital
requirement + aktiva tetap
working capital requirement =
(persediaan + piutang dagang + aktiva lancar lainnya) – (Hutang dagang +
biaya-biaya yang masih harus dibayar + uang muka pelanggan )
b.
Pendekatan
keuangan (Finance approach)
Invested
capital = pinjaman jangka pendek + pinjaman jangka
panjang lainnya (interest bearing liabilities) + equitas pemegang
saham
3.
Equity Equivalent
Equity equivalent yaitu penyusaian yang
dilakukan terhadap nilai buku akuntansi (accounting
book value) menjadi nilai buku ekonomis
Bennet
Stewart III dalam Amin Widjaja Tunggal
(2008) memberikan suatu daftar equity equivalent sebagai berikut :
a.
Add
to Capital : Equity Equivalent
1)
Deffered
tax reserve
2)
LIFO
reserve
3)
Cumulative
goodwill amortization
4)
Unrecorded
goodwill
5)
(Net)
capitalized intangibles
6)
Full
cost reserve
7)
Cumulative
unusual gain (loss)
8)
Other
reserved such as :
a)
Bad
debt serve
b)
Inventory
obsolecence reserve
c)
Warantly
reserve
d)
Deferred
Income reserve
b.
Add
to NOPAT : Increase in Equity Equivalent :
1)
Increase
in deferred tax reserve
2)
Increase
in LIFO reserve
3)
Goodwill
amortization
4)
Increase
in (NET) capitalized intangibles
5)
Increase
in full cost reserve
6)
Unussual
gain (loss)
7)
Increase
in other reserved
Beberapa istilah yang perlu dijelaskan
dalam equity equivalent:
a.
Deferred
tax reserved
Pajak tangguhan (deferred tax
reserved) timbul dalam akuntansi pajak penghasilan karena terdapat future tax effects yang timbul sebagai
akibat adanya perbedaan temporer antara pengakuran transaksi dan peristiwa yang
telah diakui dalam Laporan Keuangan dan SPT pajak seperti penyusutan aktiva
tetap dan kerugian fiskal
Pengakuan future tax effects dilakukan dengan mengakui adanya aktiva pajak
tangguhan (differred tax asset) dan
kewajivban pajak tangguhan (deferred tax
liability).
Beberapa istilah dan pengertiannya
:
1) Pajak
penghasilan periode berjalan (income tax
current) adalah pajak penghasilan yang diperhitungkan berdasarkan laba
bersih komersial setelah ditambah atau dikurangi beda tetap dan beda waktu
antara pelaporan komersial dan fiskal
2) Pajak
penghasilan ditangguhkan (income
tax-deferred) adalah pajak penghasilan terhutang untuk periode mendatang
yang dihitung berdasarkan beda waktu antara pelaporan komersial dan fiskal.
3) Aktiva
Pajak Tangguhan (deferred tax assets)
adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada periode mendatang sebagai
akibat adanya perbedaan tempore yang dikurangakan dan sisa kompensasi kerugian
4) Kewajiban
Pajak Tangguhan (deferred tax liabiliy)
adalah jumlah pajak penghasilan terhutang untuk periode mendatang sebagai
akibat adanya perbedaa temporer kena pajak)
Dalam perhitungan EVA, pengaruh
deferred tax harus dieliminasi dengan
alasan deferred tax bukan biaya yang
bersifat tunai (cash cost) sehingga
perlu dilakukan penyesuain dalam menghitung invested
capital dan NOPAT
b.
Good
will
Goodwill terjadi apabila suatu
perusahaan mengakuisisi perusahaan lain dengan harga diatas fair market value atas aktiva dan
hutangnya. Goodwill dianggap sebagai
investasi yang tidak dapat diamortisasi karena bukan merupakan cash cost. Sehingga dalam menghitung EVA
perlu dilakukan penyesuaian sebagai berikut:
1)
Invested
capital ditambah dengan cumulative goodwill amortization
2) NOPAT
ditambah dengan nilai amortisasi tahun berjalan
c.
Intangibles
Assets
Termasuk dalam kategori intangibles assets antara lain : R&D cost, brand names (design d& promotion), new produst
development& technology cost, customer loyalty cost, yang diperkirakan
mempunyai future benefit dan dianggap
sebagai economic assets.
Jika biaya intangibles
assets tersebut telah dibiayakan sebagai priod expenses, maka diperlakukan penyesuaian dengan cara
dkapitalisasi kembali sebagai equity
equivalent dan menambah invested capital lalu di aortisasi selama periode
tertentu
d.
Restructuring
Charges
Termasuk dalam kategori ini antara lain :
Biaya-biaya untuk penutupan/likuidasi suatu unit perusahaan. Perlakuan
akuntansi untuk biaya ini adalah membebankan seluruh biaya penutupan unit
perusahaan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
Dalam menghitung EVA, unusual gain (loss) after tax tersebut harus dikapitalisasi karena
diasumsikan sebagai suatu bagian dari biaya untuk mempertahankan perusahaan
secara perusahaan. Recstructuring charges
merupakan investasi yang diperlukan untuk keberhasilan usaha masa yang akan
datang
e.
Reserves
Termasuk dalam kategori reserves, antara lain allowance
for debt bad debt, allowance for bad stock, warantly provisions dan deferred income reserve
Dalam perhitungan EVA, cadangan lain (other reserves) tidak diakui sebagai
unsur yang mempengaruhi accounting profit
karena sifatnya yang hanya cadangan dan tidak ada unsur cash flow. Hanya biaya penghapusan yang benar-benar terjadi yang
diakui sebagai unsur yang mempengauhi accounting
profit sehingga cadangan (reserve)
di neraca merupakan equity equivalent yang
menambah invested capital dan
kenaikan cadangan (saldo akhir-saldo awal) menambah NOPAT
f.
Biaya Modal (Cost Of Capital)
Cost of Capital adalah biaya riil yang
harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperolah dana baik yang berasal dari
hutang, saham preferen, saham bisaa maupun laba ditahan untuk mendanai suatu
investasi atau operasi perusahaan (Sartono,
2000:201). Biaya modal adalah tingkat pengembalian minimum atas modal yang
dibutuhkan untuk mengganti pinjaman dan ekuitas investor. Diformulasikan secara
matematis sebagai berikut :
Capital charges = invested capital x WACC
Berdasarkan
seumber dana yang digunakan, maka macam-macam biaya modal menurut Brigham & Gapenski yaitu :
1)
Biaya Hutang (Cost of debt)
Hutang dapat diperoleh dari
lembaga pembiayaan atau dengan menerbitkan obligasi. Biaya hutang yang berasal
dari pinjaman adalah merupakan bunga yang harus dibayar perusahaan, sedangkan
biaya hutang dengan menerbitkan obligasi adalah required of return yang diharapkan investor digunakan sebagai
tingkat diskonto dalam mencari obligasi. Mengingat biaya hutang bunga dibayar
sebelum perusahaan memperhitungkan pajak penghasilan, maka biaya riil yang
ditanggung perusahaan adalah biaya hutang setelah pajak ( cost of debt after tax)
Formulanya :
KD = Kd (1-t)
Dimana
KD = Biaya hutang
setelah pajak
Kd = Biaya hutang
sebelum pajak
T = tarif pajak
2)
Cost
Of preferred Stock
Saham
preference mempunyai karakteristik campuran antara hutang dan saham biasa.
Seperti halnya hutang, pembayaran dividen saham preferen dilakukan secara
periodik dan pada umumnya harus didahulukan dibanding dengan saham biasa. Untuk
menentukan biaya dari saham preferen yang harus diperhatikan bahwa seperti
halnya dividen saham biasa, dividen saham preferen dibayar sesudah perusahaan
memperhitungkan pajak penghasilkan (tax deductible)
sehingga terdapat penyesuaian pajak dalam menghitung biaya saham preferen.
Cost of preferred stock dinyatakan sebagai berikut :
Kp =
Dp/Pn
Keterangan
:
Kp =
Cost of Preferred Stock
Dp =
Dividend saham preferen
Pn = Net Price dari
penjualan saham preferen
3)
Cost Of Common
Stock
Biaya
saham bisaa merupakan tingkat hasil pengembalian atas saham bisa yang
diinginkan oleh investor. Ada beberapa pendekatan untuk menghitung biaya saham
yaitu :
a)
CAPM (Capital Assets Pricing)
Dalam
pendekatan CAPM, biaya modal saham biasa dihitung dengan cara menambah tingkat
suku bunga bebas resiko dengan premi resiko. Premi resiko diperoleh dari hasil
pengurangan tingkat bunga investasi rata-rata pasar dengan tingkat suku bunga
bebas resiko yang kemudian dikalikan dengan ukuran resiko saham perusahaan.
Sehingga secara matematis dapat dicari dengan rumus :
Ks = Rf + ( Rm-Rf) β
Keterangan
:
Ks = Cost of Comon Stock
Rf = tingkat bunga investasi yang
diperoleh
tanpa resiko
Rm = tingkat
bunga investasi rata-rata pasar
β = Ukuran resiko saham perusahaan
b)
DCF ( Discounted Cash Flow)
Dalam
pendekatan DCF ini, biaya saham diperoleh dengan cara menghitung dividen yield
yang ditambah dengan tingkat pertumbuhan dividend perusahaan. Dividend yield diperoleh dengan cara
membagi dividend perusahaan dengan nilai pasar saham perusahaan sekarang.
Dengan demikian dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
Ks =
(D1/Po)+g
Keterangan
:
Ks =
Cost Of Common Stock
D1 =
Dividend yang harus dibayar
Po =
harga pasar saham
g = Pertumbuhan dividen
c)
Bonds
Yield risk Premium
Pendekatan
ini digunakan dengan asumsi bahwa jika suatu perusahaan mempunyai tingkat biaya
hutang (obligasi) tinggi juga mempunyai tingkat biaya ekuitas yang tinggi.
Dalam pendekatan ini perhitungan biaya saham diperoleh dengan cara menambah bonds yield (tingkat keuntungan obligasi
perusahaan dengan risk premium (premi
resiko)
Secara
matematis biaya saham pada pendekatan ini dihitung dengan rumus :
Ks = Company owns bonds yield + Rp
Keterangan
:
Ks =
Biaya saham
Rp =
risk premium
Dalam
menghitung company bonds yield dapat
digunakan dua pendekatan yaitu :
·
Currents
yield
Adalah
yield yang dihitung berdasarkan jumlah kupon yang dihitung selama satu tahun
terhadap harga obligasi
Current yiled = bunga
obligasi/harga obligasi
·
YTM (Yield to Maturity)
Adalah
tingkat pengembalian atau pengembalian yang akan diperoleh investor apbila memiliki
obligasi sampai jatuh tempo
YTM =
((C+(R-P)/n)/(R+P)/2)+100%
Keterangan :
C= Kupon
N = Periode waktu yang tersisa
(tahun)
R = redemption value
P = harga pembelian
Sedangkan
untuk risk premium diperoleh dengan cara mengurangkan bunga obligasi dengan
suku bunga bebas resiko, dimana untuk suku bunga bebas resiko dalam penelitian
ini adalah suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia).
Untuk
itu risk premium dinyatakan dalam rumus :
Rp =
km-rf
Keterangan
:
Rp =
Risk premium
Km=
Cost of Bonds
Rf =
risk free (SBI)
4)
Cost
Of retained earning
Apabila
perusahaan menggunakan dana yang berasal dari laba ditahan maka biaya modal
adalah sebesar penghasilan stockholders
jika mereka menginvestasikan sendiri ke dalam investasi yang lain dengan resiko
yang sama
g.
Capital Cost Rate (WACC/Weighted Average Cost of Capital)
WACC
adalah jumalah biaya masing-masing komponen modal, misalnya pinjaman jangka
pendek dan pinjaman jangka panjang (cost
of debt) serta setoran modal saham (cost
of equity) yang diberikan sesuai dengan proporsinya dalam struktur modal
saham saham (Tunggal: 2008).
Perhitungannya secara matematis dapat diformulasikan ke dalam rumus berikut :
WACC =
Wd.Kd (1-t)+Ws.Ks.+Wp.Kp
Keterangan
:
WACC = Biaya modal rata-rata tertimbang
Wd = Proporsi hutang dalam strujtur modal
Kd = Cost Of debt
Ws = Proporsi saham bisaa dalam struktur
modal
Ks = Cost of common stock
Wp = Proporsi saham Preferen dalam
struktur modal
Kp = Cot of preferred stock
Manajer keuangan harus
berhati-hati dalam menentukan apakah suatu rasio tertentu “baik” atau “buruk”
dan dalam menentukan penilaian menyeluruh dari perusahaan berdasarkan
serangkaian rasio-rasio keuangan. Rasio yang sesuai dengan rasio rata-rata
industri tidak memberikan kepastian bahwa perusahaan berjalan normal dan
memiliki manajemen yang baik.
Dalam waktu singkat banyak cara
dapat digunakan untuk membuat perusahaan menjadi sehat sesuai dengan standar
industri. Para analis tidak boleh
terpaku dengan rasio keuangan yang kelihatannya sesuai dengan keadaan normal,
karena analisis rasio keuangan merupakan salah satu bagian penting dari proses
penyelidikan. Jadi rasio keuangan bukan merupakan sutau jawaban lengkap dari
pernyataan tentang prestasi perusahaan. Oleh karena itu jika rasio keuangan
akan diakui maka harus dikaitkan dengan trend-trend dalam faktor strategic
dan ekonomi yang akan memberi pengaruhi yang besar pada perusahaan selama
beberapa waktu (Fred Weston dkk., 1995)
2.5.
Saham
2.5.1
Pengertian Saham
Secara sederhana
saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang
atau badan dalam suatu perusahaan. Wujud saham adalah selembar kertas yang
menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan
kertas tersebut.
Saham adalah hak atas sebagian dari suatu
perusahaan, misalnya saham dalam perusahaan terbatas, atau bukti penyertaan
atau partisipasi dalam modal perusahaan. Menurut Schall Halley (1991 : 315 ),
pengertian saham adalah :
“ Common stock reprents the ownership of
corporation. The owner of common stock of affirm are the owner of the
firm. The extent of ownership by any person depends on the number of shares of
common stock held by the person relative to the total number of shares
outsatnding.”
Jadi dapat
disimpulkan bahwa saham adalah surat tanda bukti keikutsertaan dalam pemodalan
perusahaan dan mempunyai hak atas sebagian kekayaan perusahaan. Pemilik adalah
pemilik perusahaan itu dan proporsinya sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki
oleh pemegang saham tersebut. Pemegang saham selaku pemilik barhak untuk
mengambil bagian dalam menentukan jalanya perusahaan seperti pemilihan direksi,
menyetujui perubahan anggaran dasar, juga berhak atas pembagian dividen
perusahaan.
Kelebihan membeli
saham biasa adalah kemampuan memberikan keuntungan yang
tergantung kepada perkembangan penerbitnya. Bila perusahaan penerbit
mampu menghasilkan laba yang besar, maka ada kemungkinan para
pemegang sahamnya akan menikmati keuntungan yang besar pula.
Karena dengan laba yang besar tersebut bisa diharapkan tersedia
dana yang besar untuk dibayarkan sebagai dividen. Disamping mendapat
pengahsilan dari dividen, pemilik saham juga ada kemungkinan mendapat
keuntungan dari capital gain.
2.5.2
Jenis-Jenis
Saham
Didalam dunia
keuangan, dikenal beberapa jenis saham yang beredar dan diperdagangkan.
Pembagian saham ini berdasarkan pada cara peralihan dan manfaat hak yang di
peroleh para pemegang saham.
1. Saham
Berdasarkan Peralihan Hak
Bedasarkan cara
peralihan hak, dikenal beberapa jenis saham (Marzuki Usman, 1991 : 74),
yaitu :
a.
Saham Atas Tunjuk (
Bearer Stock )
Adalah saham yang mana
pemiliknya tidak tercantum dalam sertifikat saham tersebut. Saham ini
dapat dialihkan dan diperjualbelikan dengan mudah. Pada saat pembagian dividen
atau RUPS, yang berhak adalah orang/lembaga yang memegang saham pada saat itu,
jika sertifikat saham ini hilang atau rusak, pemegang saham tidak dapat meminta
penggantian ataupun menerima dividen.
b.
Saham
Atas Nama ( Registered Stock )
Adalah saham yang pada
sertifikat sahamnya tercantum nama pemiliknya. Sama dengan Saham Atas Tunjuk,
saham jenis ini juga dapat dialihkan dengan dokumen peralihan dan kemudian nama
pemiliknya dicatat dalam buku perusahaan yang khusus memuat daftar nama
pemegang saham perusahaan. Jika pemegang saham ini kehilangan sertifikat
sahamnya,mereka dapat meminta penggantian karena namanya tercantum dalam buku
perusahaan.
2. Saham
Berdasarkan Hak Tagihan ( Klaim )
Berdasarkan jenis
ini saham dibedakan menjadi dua yaitu :
a.
Saham
Biasa
Menurut Sunaryah ( 2004 : 127 ), ada dua
jenis saham biasa, yaitu :
1)
Saham Atas Nama
Saham yang nama pemiliknya tertera diatas saham
tersebut.
2)
Saham Atas Tunjuk
Saham yang nama pemilik sahamnya tidak tertera
diatas saham, tetapi pemilik saham adalah yang memegang saham tersebut.
Pada saat ini
saham-saham yang di perdagangkan di indonesia adalah saham atas nama. Pembeli
saham harus segera mendaftarkan dan mengadministrasikan saham tersebut atas
nama pembeli. Apabila belum terdaftar sebagai pemegang saham, maka pembeli
saham tersebut berhak mendapat seluruh hak-hak pemegang saham.
Setiap pemegang saham
memperoleh sertifikat sebagai tanda pemilikan pada perusahaan. Setiap
sertifikat saham terkandung nilai sertifikat saham, dimana nilai sertifikat itu
dapat dibagi empat yaitu :
1)
Nilai
Nominal ( par value )
Merupakan harga
saham pertama yang tercantum pada sertifikat saham. Harga saham tersebut
merupakan harga yang sudah diotorisasi oleh RUPS (shareholders). Harga
yang telah ditetapkan oleh RUPS ini tidak berubah-rubah.
2)
Nilai
Buku ( book value )
Nilai saham akan
bermacam-macam dari waktu perusahaan didirikan, nilai saham tersebut berubah
karena adanya kenaikan/penurunan harga saham dan adanya laba ditahan. Jumlah
laba ditahan, var value saham, dan modal selain var value adalah
nilai buku. Nilai buku untuk setiap lembar saham dihitung dari pembagian jumlah
nilai buku dengan jumlah lebar saham.
3)
Nilai Dasar ( base
prise )
Nilai dasar suatu saham berkaitan dengan harga pasar saham
yang bersangkutan setelah dialakukan penyesuaian karena corporate action (aksi
emiten). Nilai dasar ini merupakan harga perdana saha tersebut. Nilai dasar ini
juga digunakan dalam perhitungan harga index saham sehingga akan terus berubah
jika emiten seperti stock split , right issue dan lain-lain.
4)
Nilai
Pasar ( market price )
Nilai pasar saham
adalah harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung di bursa efek.
Apabila bursa efek telah tutup maka harga saham adalah harga penutupan (clossing
price). Untuk mendapatkan jumlah nilai pasar (market price) suatu
saham yaitu dengan mengalihkan harga pasar dengan jumlah saham yang dikeluarkan.
b.
Saham
Preferen ( preferen stock )
Menurut Sunariyah
(1997 : 132) bahwa saham preferen adalah jenis saham lain sebagai
alternatif saham biasa. Disebut saham preferen karena pemegang saham preferen
mempunyai hak keistimewaan diatas pemegang saham biasa, keistimewaan tersebut
adalah hasil kesepakatan antara investor dengan emiten sehingga tidak akan sama
pada setiap saham prefrensi. Tetapi ada beberapa kesamaan yang berlaku pada
setiap saham preferen yaitu bahwa setiap pemegang saham menerima deviden terlebih
dahulu dibandingkan pemegang saham biasa, hak-hak keistimewaan saham preferen
uraikan sebagai berikut :
1)
Masing-masing
pemegang saham prefrensi mempunyai deviden yang ditentukan dan disetujui oleh
kedua belah pihak yaitu pemegang saham dengan manajemen. Sebagai contoh,
dividen pemegang saham prefrensi disetujui 5% dari nilai nominal. Apabila nilai
suatu saham preferensi sebesar Rp.1000,- maka, dividen yang akan diterima oleh
pemegang saham prefrensi adalah sebesar Rp.50,-.
2)
Dalam
pembagian dividen, pemegang saham prefrensi mempunyai hak untuk menerima
dividen terlebih dahulu sebelum pemegang saham biasa dibayarkan. Apabila laba
yang akan dibagi disebut dividen tidak mencukupi untuk dibayarkan kepada
seluruh pemegang saham, maka pihak yang harus didahulukan adalah pemegang saham
prefrensi.
3)
Pada
kasus likuidasi, pemegang saham prefrensi mempunyai hak klaim terlebih dahulu
sebelum pemilik saham biasa. Jadi dalam kasus likuidasi pemegang saham
prefrensi lebih diistimewakan dibandingkan dengan pemilik saham biasa.
Pemegang saham
prefrensi tidak mempunyai hak suara (voting). Walaupun pemegang saham
prefrensi diperbolehkan hadir dalam RUPS akan tetapi pemegang saham prefrensi
tidak mempunyai hak suara apapun untuk mempengaruhi segala kebijakan
perusahaan.
2.5.3
Karakteristik
Saham
Beberapa karakteristik dari saham dapat di
temukan sebagai berikut:
1.
Saham
termasuk financial assets, investor membeli saham karena akan diperolehnya hak
pendapatan baik berupa dividen maupun cafital gain (loss).
2.
Saham
mengandung risiko. Risiko yang melekat pada saham pada umumnya dapat dibagi
menjadi risiko sistematis dan risiko tidak sistematis
3.
Saham
mengandung unsur ketidakpastian. Harga saham kadang naik kadang turun. Tingkat
keuntungan yang berupa dividen juga tidak tetap, berfluktuasi bahkan adakalanya
perusahaan tidak membagikan dividen bila keuntungan yang didapat tidak
mencukupi atau apabila perusahaan merencanakan ekspansi.
4.
Meskipun
saham kelihatannya sama, namun pada kenyataanya saham itu berbeda, baik harga
maupun kualitasnya.
5.
Transaksi
penjualan dan pembelian hanya dapat dilakukan ditempat tertentu melalui pialang
dilantai bursa.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa
saham itu mempunyai beberapa karakteristik diantaranya yaitu saham saham
termasuk financial assets, mengandung risiko, mengandung unsur ketidakpastian,
mempunyai perbedaan dan transaksi penjualan/pembeliannya di lakukan di lantai
bursa.
2.5.4
Harga
Saham.
Harga saham akan
terbentuk melalui jumlah penawaran dan permintaan terhadap suatu efek. Jumlah
penawaran dan permintaan akan mencerminkan kekuatan pasar. Jika jumlah
penawaran lebih besar dari jumlah permintaan pada umumnya kurs saham akan
turun. Sebaliknya jika permintaan lebih besar dari jumlah penawaran suatu efek,
maka harga akan naik .
Kekuatan pasar juga
dapat dilihat dari data mengenai sisa beli atau sisa jual. Bagi investor
yang memerlukan investasi jangka pajang maupun jangka pendek perlu
memperhatikan tingkat likuiditas suatu efek dan posisinya dipasar, apakah efek
tersebut banyak diminati masyarakat.
Saham biasanya
diperdagangkan di lantai bursa dengan harga pasar (market value) juga mempunyai
nilai-nilai lainnya. Ada berbagai nilai saham,
yaitu:
1.
Nilai
pari atau nilai nominal (par value /
face value)
Menurut Lawrence
D.Schall ( 1991 : 3830 ):
“Nilai pari adalah nilai yang tercantum dalam
sertifikat saham itu. Jadi nilai nominal sudah ditetapkan pada waktu saham itu
diterbitkan.”
2.
Nilai
buku (book value)
Nilai buku
menunjukan nilai bersih kekayaan perusahaan per saham. Dengan demikian nilai
buku perusahaan didapat dengan mengurangkan total assets perusahaan oleh hutang
dan saham preferen (yang terdapat dalam neraca perusahaan) kemudian dibagi
dengan jumlah saham yang beredar, seperti yang dikatakan oleh Van Horne
(1998 : 560), mengatakan bahwa :
“Nilai buku per lembar saham
biasa merupakan ekuitas pemegang saham – total aktiva di kurangi total
kewajiban dan preferen pada neraca – dibagi dengan jumlah lembar saham
beredar.”
3.
Nilai
Intristik / nilai riil (fair valuelreasonable value)
Nilai
intristik adalah harga yang ditetapkan untuk sebuah saham biasa jika
faktor-faktor utama dari nilai perusahaan ikut dipertimbangkan.
Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi nilai intristik saham yaitu:
a.
Value
of frim’s assets (kekayaan
yang dimiliki perusahaan secara pribadi). Asset fisik yang dimiliki perusahaan
memiliki nilai pasar yang dapat dilikuidasi jika diperlukan untuk penyediaan
dana untuk pembayaran hutang dan didistribusikan kepada para pemegang
saham.
b.
Likely
future earnings (perkiraan
pendapatan perusahaan). Perkiraan pendapatan perusahaan dimasa yang akan datang
penting untuk diperhatikan. Tanpa tingkat bunga yang cukup, pembayaran bunga
dan dividen akan sangat memberatkan perusahaan.
c.
Likely
future devidens (perkiraan
dividen perusahaan). Perusahaan yang harus membayar bunga dan pinjaman dimasa
yang akan datang. Sedangkan untuk saham perusahaan harus membayar deviden.
d.
Likely
future growth (perkiraan
pertumbuhan perusahaan). Perusahaan yang mempunyai prospek pertumbuhan yang
baik, sahamnya akan semakin diminati.
Harga pasar (market
value) selembar saham biasa adalah harga yang dibentuk oleh penjual
dan pembeli ketika mereka memperdagangkan saham. Dihubungkan dengan nilai
intristik, terdapat dua kondisi nilai pasar saham, yaitu:
a.
Clearly
undervalued yaitu nilai
intristik lebih besar dari pada nilai pasar, pada kondisi ini investor
sebaiknya membeli saham ini untuk mendapat keuntungan.
b.
Clearly
overvalued yaitu nilai
intristik lebih kecil dari pada nilai pasar, berbeda dengan kondisi pertama,
pada keadaan ini investor sebaiknya menjual sahamnya.
Dari berbagai
pengertian saham ini, maka dapat dikatakan bahwa harga saham merupakan nilai
dari penyertaan pemegang saham pada suatu perusahaan yang di hitung
berdasarkan banyak faktor seperti nilai perusahaan tersebut, penetapan direksi
atau pasar saham.
1.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Perubahan Harga Saham
Perubahan harga saham di pengaruhi oleh beberapa
faktor diantarnya yaitu:
a.
Penawaran
dan permintaan
Harga saham
ditentukan oleh kekuatan pasar, dalam arti tergantung pada permintaan dan
penawaran (pembelian dan penjualan). Jumlah penawarn dan pembelian akan
mencerminkan kekuatan pasar, jika penawaran lebih besar dari pada permintaan
maka harga saham pada umunya akan turun, sebaliknya jika penawaran lebih kecil
dari pada permintaan maka harga saham pada umumnya akan naik.
Kekuatan pasar juga
dapat dilihat dari data mengenai sisa beli atau sisa jual. Bagi investor yang
memerlukan investasi jangka panjang maupun jangka pendek, perlu memperhatikan
apakah saham tersebut di minati atau tidak diminati.
b.
Efisiensi
Pasar Modal
Didalam pasar yang
kompetitif harga barang dan jasa pada titik keseimbangan digambarkan
dengan adanya tingkat penawaran yang sama dengan banyaknya permintan. Harga ini
menggambarkan suatu kesepakatan antar anggota perdagangan di pasar tentang
kekayaan barang dan jasa, berdasarkan semua informasi yang tersedia tercipta,
akan dianalisa dan diartikan oleh pasar. Hasilnya berupa kemungkinan perubahan
didalam harga keseimbangan yang baru akan bertahan hinga adanya informasi yang
lain yang tersedia untuk di analisa dan di interpretasikan.
Informasi yang ada
kemudian di serap oleh investor untuk di gunakan dalam mengahsilkan keputusan
investasi. Keputusan investasi yang dihasilkan juga tergantung dari motiv
investor untuk berinvestasi. Para pemodal yang masuk kepasar modal berasal dari
bermacam-macam kalangan masyarakat,dan tujuan dari pemodal dapat dikelompokan
menjadi empat bagian (Marzuki Usman, 1991:48) antara lain :
1)
Pemodal
yang bertujuan memperoleh dividen
Kelompok pemodal ini
mengincar perusahaan-perusahaan yang sudah sangat stabil. Keadaan perusahaan
yang demikian menjamin adanya keuntungan yang relatif stabil. Harapan utama
kelompok ini adalah memperoleh dividen yang cukup dan terjamin setiap tahun.
Bagi kelompok ini pembagian dividen lebih penting dari pada keinginan untuk
memperoleh kenaikan harga saham (capital
gain). Kelompok pemodal ini biasanya orang-orang atau lembaga yang
mengharapkan penghasilan tetap. Dilatarbelakangi keinginan yang demikian maka
pemodal dari kelompok ini tidak aktif dalam perdagangan bursa.
2)
Pemodal
yang bertujuan berdagang
Harga-harga
saham bursa tidaklah tetap,melainkan dapat bergerak naik atau turun, tergantung
pada kekuatan permintaan dan penawaran. Perubahan harga pedagang, dengan
memperjual belikan saham-saham dibursa. Kelompok ini membeli saham dengan
tujuan memperoleh keuntungan dari selisih positif harga jual dan harga beli.
Pendapatan mereka berasal dari keuntungan jual beli saham tersebut. Mereka
membeli saham pada saat harga turun dan menjualnya pada saat harga naik.
Kelompok ini aktif dalam kegiatan perdagangan dibursa.
3)
Kelompok
yang berkepentingan dalam kepemilikan perusahaan
Bagi kelompok ini yang paling penting adalah ikut
sertanya mereka sebagai pemilik perusahaan. Pemodal ini cenderung memilih saham
perusahaan-perusahaan yang sudah mempunyai nama baik. Perubahan harga saham
yang kurang berarti tidak membuat mereka khawatir untuk menjualnya. Mereka
tidak akan mudah menjual sahamnya hanya berdasarkan pertimbangan dividen atau
harga saja. Oleh karena itu kelompok ini juga tidak aktif dalam perdagangan
dibursa. Orang-orang yang telah mempunyai kehidupan yang mapan dan mereka
benar-benar berniat melakukan investasi dalam perusahaan termasuk dalam
kelompok ini.
4)
Kelompok
spekulator
Kelompok ini lebih
menyukai saham-saham perusahaan yang belum berkembang tatapi diyakini akan
berkembang dengan baik, pada umunya pada setiap kegiatan pasar modal
spekulator mempunyai peranan untuk meningkatkan aktivitas pasar dan
meningkatkan likuiditas saham.
Keputusan investor
untuk menjual atau membeli berdasarkan informasi akan mempengaruhi efisiensi
pasar modal. Suatu pasar modal pada umunya dikatakan efisien apabila harga dari
surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal yang tercipta merupakan seluruh
refleksi dari informasi yang tersedia, dan harga ini terus bereaksi terhadap
informasi baru yang muncul.
2.
Analisis
Penilaian Harga Saham
Dalam penelitian
saham, terdapat 2 (dua) aliran penilaian. Menurut Marzuki Usman, yaitu
:
a.
Analisis Fundamental
Analisis ini
bertolak dari anggapan dasar bahwa investor adalah makhluk rasional. Karena
itu, seorang fundamentalis mencoba mempelajari hubungan antara harga saham
dengan kondisi perusahaan. Argumentasinya jelas, yaitu nilai saham mewakili
nilai perusahaan (tidak hanya nilai intristik suatu saat tapi juga harapan akan
kemampuan perusahaan dalam meningkatkan nilai di kemudian hari) karena itu
menilai harga saham para fundamentalis
juga mempertimabangkan nilai perusahaan berdasarkan unsur-unsur keuangan yang
fundamental, seperti : pendapatan, deviden, dan pertumbuhan struktural modal.
Yang menjadi ciri para fundamentalis akan melakukan investasi, yaitu : fokus
perhatiannya harga, horizon investasi
jangka menengah atau jangka panjang, motif utamanya adalah deviden dan
pertumbuhan, informasi utama dalam berinvestasi adalah kondisi dan
prospek perusahaan, serta karakter investornya merupakan penabung dan
individual.
b.
Analisis Teknikal
Aliran ini
menyatakan bahwa investor adalah makhluk irasional, harga saham sebagai komoditas
perdagangan di pengaruhi oleh permintaan dan penawaran merupakan manifestasi
dari kondisi psikologi pemodal. Yang menjadi ciri dalam aliran ini, yaitu :
fokus perhatian adalah masalah waktu, apakah trendnya sedang naik ataukah
turun, horizon investasinya adalah jangka pendek, modal utama investor
merealisir cafital gain dari fluktuasi harga, informasi utamanya dalam
berinvestasi adalah psikologis investor serta karakter investor merupakan
pedagang institusional.
2.6.
Pengaruh ROI terhadap Harga Saham
Return On Investment
merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur laba perusahaan.
Menurut Robert Ang (1997) ROI
merupakan rasio terpenting diantara rasio profitabilitas lain jika digunakan
untuk memprediksi return saham. ROI
merupakan rasio antara laba sesudah pajak atau net income after tax terhadap
total asset. ROI yang semakin tinggi
akan meningkatkan daya tarik investor, sehingga harga saham relatif meningkat,
demikian pula return saham akan meningkat. Dengan meningkatnya ROI maka kinerja
saham ditinjau dari sisi profitabilitas semakin baik. Dengan meningkatnya ROI
akan menambah daya tarik investor untk menanamkan dananya kedalam perusahaan,
sehingga harga saham perusahaan akan meningkat (Subekti Fuji Astuti, 2006)
Menurut Robert Ang (1997):
”ROI
adalah salah satu profitabilitas yang terpenting digunakan untuk memprediksi
harga saham atau return saham perusahaan publik. Meningkatnya ROI akan
meningkatkan daya tarik investor untuk memasukan dananya ke dalam perusahaan.
Dengan kata lain ROI berdampak positif terhadap harga saham”.
2.7.
Pengaruh EVA terhadap Harga Saham
Menurut G Bennert Stewart III dalam Bukunya The Quest for Value, EVA merupakan kunci untuk menciptakan nilai
perusahaan. Nilai
Perusahaan ini mencerminkan seberapa besar manajemen mampu menciptakan atau
menambah kekayaan bagi para pemilik modal. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Stern Stewart & Co, EVA secara teoritis dan empiris terbukti
memiliki koreasi yang erat dengan setiap perubahan dan penciptaan nilai
perusahaan di pasar modal.
Harga
saham dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang bersifat kuantitatif maupun
kualitatif, salah satunya adalah perilaku investor. Investor yang bertujuan
untuk memperoleh keuntungan cenderung untuk mengincar perusahaan yang sudah
sangat stabil. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang demikian menjamin
kepastian keuntungan yang relatif stabil. Harapan utama kelompok ini adalah
memperoleh dividen yang cukup terjamin setiap tahun. Hal ini menunjukan
perusahaan yang memiliki nilai EVA yang tinggi akan lebih menarik bagi investor
karena semakin besar EVA, semakin tinggi nilai perusahaan, yang berarti juga
semakin besar keuntungan yag dinikmati oleh pemegang saham. Sesuai dengan hukum
permintaan-penawaran, semakin banyak investor yang tertarik untuk membeli saham
suatu perusahaan maka semakin besar pula kemungkinan harga saham perusahaan
tersebut akan mengalami kenaikan.
Beberapa peneliti telah membandingkan variabel EVA dan
ROI dengan pengaruhnya terhadap harga saham. Salah satunya Jogiyanto Hartono dan Chandrawati (1999) dalam penelitian Subekti Puji Astuti (2006) menunjukan
EVA dan ROI berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Objek
Penelitian
Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian yaitu laporan
keuangan perusahaan PT. Kalbe Farma. Tbk periode 2003-2008
3.1.1.
Sejarah PT.
Kalbe Farma Tbk
Kalbe Didirikan pada tanggal 10 September 1966 oleh enam bersaudara. Mulai
beroperasi dari sebuah garasi di kawasan Jakarta Utara. Kalbe yang saat itu di
komando oleh Dr. Boenjamin Setiawan dan F. Bing Aryanto serta didukung oleh
keempat saudara lainnya tumbuh sehingga pada akhirnya memiliki pabrik di kawasan
pulomas, Jakarta timur pada tahun 1971. Daerah aktivitasnnya pun mulai
berkembang yang sebelumnya hanya di Jakarta mulai merambah daerah-daerah lain
di Indonesia. Secara bertahap, Kalbe membuka cabang-cabang di daerah lain dan
dalam 10 tahun sejak berdirinya, Kalbe telah mencakup seluruh Indonesia.
|
Periode berikutnya, tahun 1976-1985, adalah era perkembangan fisik masih terus
berlangsung, dan dilanjutkan dengan diversifikasi usaha. Pada tahun 1977, Kalbe
sudah menjadi salah satu kekuatan utama pada kategori obat-obatan ethical dan
mampu bersaing dengan perusahaan multinasional. Langkah berikutnya
adalah memperkuat diri di bidang OTC (Over The Counter). Untuk itu, pada tahun 1977 didirikan PT. Dankos
Laboratories, yang lebih memfokuskan diri di bidang OTC. Pada tahun 1985, Kalbe
mengakuisi PT. Bintang Toedjoe, yang juga kuat di bidang OTC serta Hexpharm
Jaya, yang sebagian besar produknya merupakan pemegang lisensi dari Jepang.
Selain diversifikasi di bidangnya, yaitu farmasi, Kalbe juga mulai merambah
bidang pengemasan dan makanan kesehatan. Sementara itu sesuai dengan regulasi
pemerintah, pada tahun 1984 bisnis distribusi kalbe dialihkan kepada PT.
Enseval. Memasuki periode berikutnya, tahun 1986 hingga Indonesia mengalami
krisis keuangan pada tahun 1997, Kalbe kembali bisnis inti (core business). Meski pada awalnya masih agresif melakukan
ekspansi dalam diversifikasi, belakangan
Kalbe secara perlahan melakukan langkah-langkah konsolidasi dalam rangka
kembali ke bisnis inti. Sayangnya, langkah tersebut belum cukup cepat sehingga
kalbe juga sempat merasakan imbas krisis keuangan pada tahun 1997.
Manajemen Kalbe memutuskan untuk fokus pada bidang-bidang yang dipercaya
menjadi lokomotif pertumbuhan dalam era berikutnya, antara lain susu dan nutri
bayi. Konsekuensinya, bisnis-bisnis yang tidak relevan dijual atau dimitrakan
dengan pihak asing, misalnya penjualan PT. Bukit Manikam Sakti yang bergerak di
bidang makanan Arnotts. Bisnis nutrisi makanan kemudian dikonsolidasikan ke
dalam PT. Sanghiang Perkasa. Dipihak lain, Kalbe mulai memasuki bisnis minuman
energi pada tahun 1993, dengan produk extra Joss.
Pada periode ini juga tercatat bebrapa keputusan penting para pendiri Kalbe
untuk mulai masuk menjadi perusahaan profesional. Tujuannya agar Kalbe tetap
berdiri secara kokoh dan profesional. Salah satu caranya adalah dengan menjadi
perusahaan publik. Langkah tersebut dimulai ketika tahun 1989 PT. Igar Jaya dan
PT. Dankos Laboratories melakukan penawaran publik (IPO/Initial Public Offering). Langkah tersebut kemudian
dilanjutkan oleh penawaran publik untuk saham Kalbe sendiri pada tahun 1991 dan
Enseval Putera Mega Trading (EPMT)
pada tahun 1994.
Puncak Konsolidasi adalah penggabungan usaha antara Kalbe dengan Dankos dan
Enseval menjadi satu perusahaan pada tanggal 16 Desember 2005 lalu. Tujuannya
dalah menjadikan Kalbe sebagai perusahaan farmasi regional terbesar di kawasan
Asia Tenggara sehingga peluan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ke
depan menjadi lebih terbuka lebar. Sementara itu Kalbe juga mengambil
ancang-ancang untuk bersaing secara global. Selain menjalin kemitraan strategis
dengan mitra-mitra Internasional, semua kegiatan international, Kalbe juga
dikondolidasikan ke dalam suatu organisasi Kalbe
Group International Division, yang diharapkan dapat menjadi motor untuk
memacu pertumbuhan bisnis internasional.
Perusahaan
berkedudukan di Jakarta, dimana kantor pusat berada di Gedung Kalbe Jl. Let.
Jend Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 sedangkan fasilitas
pabriknya berlokasi dikawasan industri Delta Silicon, Jl. M. H. Thamrin, Blok
A3-1, Lippo Cikarang, Bekasi, Jawa Barat .
Empat putuh tahun sudah Kalbe menjalani kehidupannya. Kehidupan yang
didasari visi luhur untuk mengabdikan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang
kesehatan untuk kesejahteraan masyarakat sehingga tercipta kehidupan yang lebih
baik. Kalbe semakin siap untuk menghadapi berbagai tantangan yang sudah di
depan mata, yaitu era pasar bebas.
3.1.2.
Kegiatan dan Platform Usaha PT. Kalbe
Farma, Tbk
Bisnis Kalbe terbagi dalam tiga bidang besar, yaitu kesehatan konsumen (Customer Health), Obat-obatan resep (Prescription Pharmaceuticals) serta distribusi dan pengemasan (Distribution and packaging).
Customer Health yang meliputi semua produk OTC, Nutrisi dan
minuman energi, memiliki kontribusi sekitar 47% dari pendapatan Kalbe.
Sementara itu bidang ethical memiliki kontribusi sekitar 23%, sedangkan bidang
distribusi dan pengemasan sebesar 30%.
Posisi Kalbe di pasar juga sangat baik. Untuk produk-produk kesehatan
konsumen, Kalbe kini menjadi pemimpin pasar dengan produk-produk unggulan
seperti Extra Joss, Promag, Patigon Group, Waisan, Procold, entrostop, Komix,
Woods, Neo Entrostop, Kalpanax, X-ion, Mixadin, Minigrip, Mextrill, Mixagrip,
Neoralgin, Cerebrofort, Cerebrovit Group, Caxon, Chil Mil, Milna, Prenagen,
diabetasol, dll.
Untuk bidang resep, selain emiliki oobat-obatan yang merupakan aliansi
strategis dengan perusahaan multinasional, Kalbe juga memiliki obat-obat
generik bagi masyarakat luas. Sedangkan di bidang distribusi dan pengemasan,
Kalbe merupakan jaringan distribusi farmasi terbesar di Indonesia, dengan
memiliki 40 pusat distribusi
3.1.3.
Visi, Misi, Goal dan Strategi PT. Kalbe
Farma, Tbk
3.1.3.1.
Visi PT Kalbe Farma Tbk
” Menjadi perusahaan yang dominant dalam bidang kesehatan di Indonesia dan
memiliki eksistensi di pasar global dengan merek dagang yang kuat, didasarkan
oleh manajemen, ilmu dan teknologi yang unggul ”.
3.1.3.2.
Misi PT Kalbe Farma Tbk
”Meningkatkan kesehatan untuk kehidupan yang lebih baik”
3.1.3.3.
Goal PT Kalbe Farma Tbk
”Siap menghadap berbagai tantangan era pasar bebas dan selalu menjadi yang
terdepan”
3.1.3.4.
Strategi PT. Kalbe Farma Tbk
Dalam
menjalankan usahanya, perushaan menerapkan core values sebagi berikut :
1.
Memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan
2.
Gigih untuk mencapai yang tebaik
3.
Kerjasama yang kokoh
4.
Inovasi
5.
Lincah
6.
Integritas
|
|
|||
|
3.1
Waktu dan
tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada PT. Kalbe
Farma Tbk yang berkedudukan di Gedung Kalbe, Jl. Let. Jend Suprapto Kav. 4,
Cempaka Putih, Jakarta 10510 sedangkan fasilitas pabriknya berlokasi dikawasan
industri Delta Silicon, Jl. M. H. Thamrin, Blok A3-1, Lippo Cikarang, Bekasi,
Jawa Barat .
Tabel : 3.1
Proses Pembuatan Skripsi
No
|
Keterangan
|
November
|
Desember
|
Januari
|
Februari
|
Maret
|
1
|
Pengajuan judul draft proposal
|
|||||
2
|
Bimbingan,penulisan dan pencarian data awal
|
|||||
3
|
Seminar proposal
|
|||||
4
|
Revisi Proposal
|
|||||
5
|
Bimbingan skripsi
|
|||||
6
|
Pengajuan sidang serta sidang dan revisi
|
3.2
Metodelogi Penelitian
3.3.1.
Desain
Penelitian
Metode dalam penelitian ini
yang diambil adalah metode deskriptif dan asosiatif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk mengetahui nilai
variabel mandiri baik satu atau lebih variabel tanpa membuat perbandingan atau
dihubungkan dengan variabel lainnya. Sedangkan metode asosiatif adalah suatu metode penelitian yang digunakan
untuk melihat hubungan antara dua atau lebih variabel (Bambang S. Soedibjo,
2005:6). Dalam penelitian ini metode deskriptif digunakan untuk melihat
gambaran mengenai masing-masing variabel mandiri seperti yang ditunjukkan dalam
judul penelitian ini. Sedangkan metode asosiatif atau metode korelasional untuk
melihat hubungan ketiga variabel tersebut
3.3.2.
Unit
Analisis
Menurut S. Bambang Soedibyo (2004), unit analisis adalah unit yang akan digunakan untuk menjelaskan atau
menggambarkan karakteristik dari kumpulan objek yang lebih besar lagi. Dalam
penelitian ini yang akan menjadi unit analisis adalah berupa dokumen-dokumen
terkait dengan ROI, EVA dan harga saham
yang berasal dari laporan keuangan PT.Kalbe Farma Tbk periode 1999 – 2008
3.3.3.
Operasional
Variabel
Sesuai dengan judul penelitian yaitu Pengaruh ROI dan EVA
terhadap perubahan Harga Saham , maka terdapat tiga variabel dalam penelitian
ini, yaitu : ROI yang merupakan Variabel X1 (independen), EVA yang merupakan
Variabel X2 (Independen) dan harga saham merupakan Variabel Y (dependen). Operasionalisasi Indikator, ukuran dan
skala ketiga variabel tersebut ditunjukan dalam tabel operasionalisasi di bawah
ini :
Tabel 3.2
Operasionalisasi Variabel
Variabel
|
Konsep Variabel
|
Indikator
|
Ukuran
|
Skala
|
ROI (X1)
|
ROI
merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang
digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan. (Hanafi dan Halim)
|
EAT
Total Aktiva
|
%
|
Rasio
|
EVA (X2)
|
EVA merupakan kunci untuk menciptakan nilai
perusahaan. Nilai Perusahaan ini mencerminkan seberapa besar manajemen mampu
menciptakan atau menambah kekayaan bagi para pemilik modal (G Bennert Stewart
dalam bukunya ”the Quest For Value” )
|
NOPAT–
(Capital x c)
Atau
(r-c)x Capital
|
Rp
|
Interval
|
Harga Saham (Y)
|
Harga saham
merupakan harga suatu jenis saham yang terbentuk di pasar modal akibat aksi
jual beli para investor sekuritas saham (Suad Husnan)
|
Closing
price yang disajikan dalam
laporan keuangan
|
Rp
|
Interval
|
3.3.4.
Data dan
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data yang bersifat kuantitatif yang dinyatakan dalam angka-angka yang
menunjukkan nilai besaran atau variabel yang diwakilinya.
Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari laporan keuangan PT Kalbe Farma Tbk, yang beralamat di Gedung Kalbe, Jl. Let. Jend Suprapto Kav.
4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 sedangkan fasilitas pabriknya berlokasi
dikawasan industri Delta Silicon, Jl. M. H. Thamrin, Blok A3-1, Lippo Cikarang,
Bekasi, Jawa Barat, melalui pengumpulan data dari sumber-sumber yang dibuat
oleh perusahaan baik itu berupa laporan keuangan tahunan maupun informasi
lainnya yang menunjang penelitian.
3.3.5.
Pengukuran Variabel
Ada dua variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Return On Investment (ROI) sebagai X1 dan Economic Value Added (EVA) sebagai X2.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah harga saham sebagai Y. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahunan yang di
keluarkan oleh PT Kalbe Farma Tbk, dengan mengambil nilai ROI, EVA, dan closing price sebagai harga pasar saham
penutupan yang tertera pada laporan keuangan tersebut
3.3.6.
Hipotesis Statistik
Berdasarkan hipotesis penelitian yang telah
ditetapkan dalam kerangka pemikiran, maka secara statistik hipotesis dirumuskan sebagai berikut :
H01
: ρ>0,
Tidak ada pengaruh positif antara ROI
dengan harga saham
Ha1 :
ρ<0, Ada pengaruh positif antara ROI dengan
harga saham
H02
: ρ>0, Tidak ada pengaruh positif
antara EVA dengan harga saham
Ha2 : ρ<0, Ada
pengaruh positif antara EVA dengan harga
saham
H03
: ρ>0,
Tidak ada pengaruh positif antara Variabel dependen dengan harga saham
Ha3 : ρ<0,
Ada pengaruh positif antara Variabel dependen dengan harga saham
3.3.7.
Analisis
Data
Agar masalah yang telah didefinisikan dapat dijawab, maka dalam penelitian
ini digunakan alat analisis yaitu analisis
deskriptif dan analisis asosiatif.
3.3.7.1.
Uji
Normalitas Data
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi, variabel penggangu atau residual memiliki distribusi
normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual
mengikuti distribusi normal. Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan
melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diaginal dari grafik atau dengan
melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan :
1.
Jika
data menyebar sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka
model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2.
Jika
data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau mengikuti arah garis diagonal,
maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas
(Imam Al Ghozali, 2006:147)
3.3.7.2.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam
regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka
dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul
karena residula (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke
observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time
series) karena “gangguan” pada seseorang individu/kelompok cenderung
mempengaruhi “gangguan” pada individu/kelompok yang sama pada periode
berikutnya.
Pada Crossection (silang waktu), masalah
autokorelasi relative jarang terjadi karena “gangguan” pada observasi yang
berbeda berasal dari individu/Kelompok yang berbeda. Model regresi yang baik
adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Ada beberapa cara yang dapat
digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi.
a.
Uji Durbin-Watson (DW Test)
Uji Durbin-Watson hanya digunakan untuk
autokorelasi tungkat sartu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan
adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag
diantara variabel independen. Hipotesis yang akan diuji adalah :
H0 : Tidak ada autokorelasi (r=0)
Ha : Ada autokorelasi (r # 0)
Tabel 3.3
Interval terjadinya autokorelasi
Hipotesis nol
|
Keputusan
|
Jika
|
Tidak
ada autokorelasi positif
|
Tolak
|
0
< d < dl
|
Tidak
ada autokorelasi positif
|
No decision
|
dl
< d < du
|
Tidak
ada korelasi negatif
|
Tolak
|
4-dl
< d < 4
|
Tidak
ada korelasi negatif
|
No decision
|
4-du < d < 4-dl
|
Tidak ada autokorelasi, positif atau
negatif
|
Tdk ditolak
|
du
< d < 4-du
|
Ket :
k = jumlah variabel independen
d = nilai uji Durbin watson
Nilai du dan dl dapat dilihat di tabel Durbin
Watson
b.
Uji Langrage Multiplier (LM Test)
Uji autokorelasi dengan LM Test terutama digunakan
untuk sampel besar diatas 100 observasi. Uji ini memang lebih tepat digunakan
dibandingkan uji DW terutama bila sampel yang digunakan relative besar dan
derajat autokorelasi lebih dari satu. Uji LM akan menghasilkan statistic Breusch-Godfrey. Pengujian Breusch-Godfrey (BG test) dilakukan
dengan meregress variabel pengganggu (residual)
ut menggunakan autoregressive model
dengan orde p
Ut = ρ1Ut-1+
ρ2Ut-2+……………+ρpUt-p + εt
Dengan hipotesis nol (H0) adalah ρ1=ρ2=…….=ρp=0, dimana koefisien autogresive secara simultan sama dengan nol, menunjukan bahwa
tidak terdapat autokorelasi pada setiap orde. Secara manual, jika (n-p)*R2 atau C2 hitung lebih besar dari
tabel, kita dapat menolak hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada
autokorelasi dalam model.
c.
Uji Statistics Q : Box-Pierce dan Ljung Box
Uji Box Pierce dan Ljung Box digunakan
untuk melihat autokorelasi dengan lag lebih dari dua (by default SPSS menguji
sampai lag 16).
d.
Mendeteksi Autokorelasi dengan Run Test
Run Test sebagai bagian dari statistic non-parametrik dapat pula
digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat
hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run
Test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau
tidak (sistematis)
H0 : residual (res_1) random (acak)
Ha : residual (res_1) tidak random
Cara yang digunakan untuk mendiagnosis
adanya autokorelasi dalam penelitian ini adalah uji Durbin-Watson (DW test). Pengambilan keputusan ada tidaknya
autokorelasi adalah:
a.
Bila
DW terletak antara batas atas (upper
bound/du) dan 4-du tidak ada autokorelasi.
b.
Bila
DW lebih rendah dari pada batas bawah (lower
bound/dl) maka ada autokorelasi positif.
c.
Bila
nilai DW lebih besar 4-dl, maka ada autokorelasi negatif.
d.
Bila
nilai DW terletak antara (4-du) dan diantara (dl-du) maka hasilnya tidak dapat
disimpulkan. (Imam Ghazali, 2006:99).
Jika dalam penelitian ini terhadap problem autokorelasi,
maka penelitian ini akan menggunakan uji path
analysis (analisis jalur), namun jika tidak terdapat problem autokorelasi,
maka pengujian akan dilakukan dengan uji regresi linier berganda
3.3.7.3.
Uji Path Analysis (Analisis Jalur)
Analisis jalur dikembangkan oleh Sewall Wright (1934). Tujuan dari
analisis jalur adalah untuk menerangkan akibat langsung dan tidak langsung dari
beberapa variabel sebagai variabel penyebab, terhadap beberapa variabel lainnya
sebagai variabel akibat.
Hubungan antar variabel dalam analisis jalur ada 2
yaitu :
1.
Pengaruh
Langsung biasanya digambarkan dengan panah satu arah dari satu variabel ke
variabel lainnya.
2.
Pengaruh
Tidak Langsung digambarkan dengan panah satu arah pada satu variabel pada
variabel lain, kemudian dari variabel lain panah satu arah ke variabel
berikutnya.
Asumsi yang mendasari Analisis Jalur Ada beberapa
asumsi yang harus diperhatikan dalam menggunakan analisis jalur yaitu :
1.
Hubungan
antara variabel haruslah linear dan aditif.
2.
Antar
variabel residu tidak berkorelasi.
3.
Pola
hubungan antar variabel adalah rekursif (hubungan yang melibatkan arah
timbal-balik). Skala pengukuran semua variabel sekurang-kurangnya interval. (Imam Gunawan:2009)
Persamaan struktural dari path analisis adalah :
Yi = β0 + βi xi +
εi
Dimana :
Yi = Variabel dependent ke-i
β0 = Konstanta
βi = Koefisien regresi
Xi = Variabel independen ke-i
εi = Variabel pengganggu ke-i
Peneliti berasumsi bahwa variabel di atas mempunyai hubungan kausal
(hubungan timbal balik). Oleh
karena itu, jika terbukti memiliki autokorelasi, dalam analisis datanya akan dilakukan dengan
menggunakan metode Path Analysis.
Gambar 3.3
Diagram Jalur EVA, ROI Terhadap Harga Saham
Adapun
langkah operasional analisa jalur dimaksud antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Dalam
hal ini, Pyx1 dan Pyx2, merupakan koefisien jalur.
Struktur hubungan tersebut dapat dinyatakan ke dalam rumus berikut yaitu:
Y = Pyx1 X1
+ Pyx2 X2 + Pyu u
2.
Koefisien
korelasi antar variabel disusun dalam sebuah matriks korelasi dengan rumus
sebagai berikut:
3.
Menghitung
Koefisien Jalur untuk model rekursif dapat dilakukan dengan metode kuadrat
terkecil dengan input data yang berbeda. Salah satu metode praktis yaitu
menggunakan matriks koefisien korelasi dengan perhitungan mengikuti cara Al
Rasyid (1994). (Bambang Soedibjo, 2005)
a)
Identifikasi
substruktur dan persamaan yangakan dihitung koefisiennya. Satu substruktur
hanya satu variabel akibat.
b)
Hitung
matriks korelasi antar variabel :
c)
Hitung
Matriks Korelasi antara variabel Independen (eksogen)
d)
Hitung invers matriks korelasi antar variabel Independen (eksogenus)
e)
Hitung koefisien jalur dengan rumus sebagai berikut:
f)
Hitung
berapa besar pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen
secara bersama-sama (koefisien determinasi total ) dengan menggunakan rumus:
R2 y(
x1,x2) = [Pyx1 Pyx2]
g)
Hitung
koefisien jalur antara ganguan dengan
variable akibat y (Pyu)
Pyu
= √1-R2y(X1,X2)
3.3.7.4.
Uji regresi Linier berganda
Untuk mengukur besarnya pengaruh variabel
bebas terhadap variabel tergantung dan memprediksi variabel tergantung dengan
menggunakan variabel bebas. Gujarati
(2006) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan
satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained variabel) dengan satu
atau dua Variabel yang menerangkan (the
explanatory). Variabel pertama disebut juga sebagai variabel tergantung dan
variabel kedua disebut juga sebagai variabel bebas. Jika variabel bebas lebih
dari satu, maka analisis regresi disebut regresi linear berganda. Disebut
berganda karena pengaruh beberapa variabel bebas akan dikenakan kepada variabel
tergantung.
Dalam hal
ini yang menjadi variabel bebas adalah perubahan ROI dan EVA, sedangkan
variabel terikat adalah Harga Saham. Bentuk umum dari persamaan regresi
digunakan lambangkan dengan y yang menyatakan variabel terikat dan variabel x
yang menyatakan variabel bebas.
Model analisis yang digunakan untuk
menguji hipotesis yang dirumuskan adalah regresi linier berganda, dengan
Formula :
Harga Saham = a + b1 X1+
b2 X2
Dimana
:
X1 = Return On Investment (ROI)
X2 = Economic Value Added (EVA)
a = intersep (konstanta)
b1,b2, = koefisien variabel bebas
(Sugiyono, 2004)
Untuk mendapatkan nilai a dan b digunakan rumus sebagai berikut :
(Ali Muhidin, 2007:199)
3.3.7.5.
Uji
Hipotesis Statistik
|
(Bambang S. Soedibjo, 2004)
Dari statistik uji di atas terdapat notasi Sb1 yang merupakan simpangan baku
koefisien regresi dan dihitung dengan rumus
∑ (y1 - y1)2
Se
= √
______________
n - 2
n ∑ x2x (∑xi )2
S2x = _______________
n (n-1)
Pembuktian Hipotesis dilakukan dengan :
1.
Uji F atau
Uji Simultan
Uji Statistik F pada dasarnya menunjukan apakah
semua variabel independen atau bebas yang dimasukan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk menguji
statistik ini digunakan statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan
sebagai berikut :
a.
Quick look : bila nilai F lebih besar daripada 4 maka semua
pada derajat kepercayaan 5% menyatakan bahwa semua variabel independen secara
serentak dan signifikan mempengaruhi variabel independen
b.
Membandingkan
nilai F hitung dengan nilai F tabel. Bila nilai F hitung > F tabel, maka
variabel independen secara serentak mempengaruhi variabel independen
2.
Uji T atau Uji Parsial
Uji statistik t pada dasarnya menunjukan seberapa
jauh pengaruh satu variabel independen secara invidual dalam menerangkan
variasi variabel independen. Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut:
a.
Quick look ; bila jumlah degrre
of freedom (df) adalah 20 atau lebih, dan derajat kepercayaan sebesar 5%,
maka bila nilai t lebih besar dari 2 (dalam nilai absolut) menyatakan bahwa
variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen
b.
Membandingkan
nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel. Apabila nilai statistik t
hasil perhitungan lebih tinggi dibandingkan nilai t tabel, maka variabel
independen secara individual mempengaruhi variabel dependen
3.
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) pada intinya
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2
yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti
variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi variasi variabel independen.
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien
determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkna
kedalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2
pasti eningkat tidak perduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti
menganjurkan untuk meggunaka nilai Adjusted R2 pada saat
mengevaluasi mana model regresi terbaik. Tidak seperti R2, nilai
adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen
ditambahkan kedalam model. (Imam
Ghozali, 2006:87)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Deskripsi Return On Investment (ROI)
ROI adalah salah satu
rentabilitas yang terpenting digunakan untuk memprediksi harga atau return saham perusahaan publik.
Meningkatnya ROI akan meningkatkan daya tarik investor untuk menanamkan dananya
ke dalam perusahaan. Dengan kata
lain ROI berdampak positif terhadap harga saham (Ang, 1997)
ROI dihitung
dengan membagi laba bersih atau earning
after Tax (EAT) dengan total aktiva. Formula yang digunakan untuk
menghitung ROI adalah sebagai berikut :
ROI = EAT/Total Aktiva
(Hanafi dan Halim, 1996)
Adapun kondisi ROI pada PT. Kalbe Farma
Tbk periode 1999-2008 dapat dilihat pada tabel 4.1
|
Tabel 4.1
Kondisi Return On Invesment (ROI) PT. Kalbe Farma Tbk
Periode 1999-2008
Tahun
|
ROI ( % )
|
1999
|
10.44
|
2000
|
(1.61)
|
2001
|
1.74
|
2002
|
13.24
|
2003
|
13.19
|
2004
|
12.34
|
2005
|
13.51
|
2006
|
14.63
|
2007
|
13.73
|
2008
|
12.39
|
Berdasarkan tabel diatas, Nilai ROI
terendah didapat pada tahun 2000 sebesar -1.61 % dan ROI tertinggi didapat pada
tahun 2006 sebesar 14.63 %
ROI mengalami kenaikan pada tahun
2000-2002, 2004-2006. Tahun 2000-2001 ROI mengalami kenaikan sebesar 3.35 %,
dari -1.61 % menjadi 1.74 %, 2001-2002 sebesar 11.5 % dari 1.74 % menjadi 13.24
%, 2004-2005, sebsar 1.17 % dari 12.34 % menjadi 13.51 %, dan 2005-2006 sebesar
1.12 % dari 13.51 % menjadi 14.63 %
ROI mengalami penurunan pada tahun
1999-2000, 2002-2004, 2006-2008. Tahun 1999-2000, ROI mengalami penurunan
sebesar (12.05%) % dari 10.44 % menjadi -1.61 %, 2002-2003 sebesar (0.05 %)
dari 13.24 % menjadi 13.19 %, 2003-2004 sebesar (0.85 %) dari 13.19 % menjadi
12.34 %, 2006-2007 sebesar (0.9 %) dari 14.63 % menjadi 13.73%, dan 2007-2008
sebsar (1.34 %) dari 13.73 % menjadi 12.39 %
Berdasarkan tabel serta penjelasan di
atas, maka dapat digambarkan perkembangan ROI secara keseluruhan periode
1999-2008 dalam bentuk grafik yang ditunjukan pada Gambar 4.1
Gambar 4.1
Perkembangan Return
On Investment Periode 1999-2008
Mengutip pernyataan Dewan komisaris PT. Kalbe
Farma Tbk yang terdapat pada Laporan keuangan Audit Tahun 2000 menyatakan Tahun
2000 merupakan tahun yang luar biasa bagi PT. Kalbe Farma Tbk dan pada akhirnya
para pemegang saham. Pada awal tahun rupiah dibuka dengan nilai Rp 7.100/US$
kemudian karena tidak adanya kepercayaan, nilai rupiah turun sebesar 35% menjadi
Rp 9.595/US$ pada tanggal 31 Desember 2000. Sebagai akibat dari depresiasi
rupiah terhadap mata uang dolar Amerika tersebut, pada tahun 2000 PT. Kalbe
Farma Tbk harus membukukan rugi selisih kurs sebesar Rp. 262.3 milyar. Laba
selisih kurs tahun 2000 menggeser hasil akhir PT. Kalbe Farma Tbk dari laba
bersih Rp. 209.4 miliar pada tahun 1999 menjadi rugi bersih Rp. 28.4 milyar
pada tahun 2000. Ketidakstabilan nilai rupiah berhubungan dengan faktor eksternal
yang berada diluar kendali perusahaan. Nilai rugi bersih ini tentunya
menyebabkan nilai ROI pada tahun 2000 bernilai negatif
4.2.
Deskripsi Economic Value Added (EVA)
EVA dapat diartikan sebagai nilai tambah
ekonomis yang dihasilkan perusahaan dengan mengoptimalkan beban bunga atas
struktur permodalan.
EVA merupakan keuntungan setelah pajak (After tax operating system) dikurangi
dengan total biaya modal (total cost of
capital) dari seluruh modal yang dipergunakan untuk menghasilkan laba
tersebut. (Teuku Mirza, 1999)
EVA diformulasikan sebagai berikut :
EVA=
NOPAT – (Capital x c) atau;
EVA=
(r-c) x Capital
Dimana
:
·
NOPAT= Net Operating Profit After Tax,
yaitu laba bersih ditambah bunga setelah pajak
·
c =
Biaya capital adalah biaya bunga pinjaman dan biaya modal yang digunakan untuk
menghasilkan NOPAT
·
r =
Tingkat balikan capital), yaitu NOPAT dibagi dengan Capital
·
Capital= Jumlah dana
yang tersedia bagi perusahaan untuk membiayai perusahaannya.
(Mike Roussana, 1997)
1.
NOPAT (Net
Operating After Tax)
NOPAT adalah laba yang diperoleh dari
operasi perusahaan setelah dikurangi pajak penghasilan, tetapi termasuk biaya
keuangan (financial Cost) dan non cash bookkeeping entries seperti
biaya penyusutan. NOPAT dapat dihitung sebagai berikut :
NOPAT
= operating income + Interest income +
equity income (income from subsidiary/affiliated companies) + other income
(investment) – Other Loss – Income taxes – tax Shield on Interest
2.
Invested Capital
Dalam konsep EVA, nilai capital
terdiri dari nilai ekuitas dan nilai hutang yang berhubungan dengan adanya
penyesuaian yaitu penambahan equity
equivalent sehingga diperoleh nilai buku ekonomis (economic book value)
Hutang diperhitungkan dalam konsep
EVA adalah jumlah seluruh pinjaman perusahaan diluar pinjaman tanpa bunga (non-interest bearing liabilities),
seperti hutang dagang, biaya yang masih harus dibayar, hutang pajak, uang muka
pelanggan, dan sebagainya.
Perhitungan Invested Capital dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a.
Pendekatan
Operasi (Operating approach)
Invested
capital = kas + working capital requirement + aktiva tetap
working
capital requirement = (persediaan + piutang dagang + aktiva lancar lainnya)
– (Hutang dagang + biaya-biaya yang masih harus dibayar + uang muka pelanggan )
b.
Pendekatan
keuangan (Finance approach)
Invested capital
= pinjaman jangka pendek + pinjaman jangka panjang lainnya (interest bearing liabilities)
+ equitas pemegang saham
3.
Equity Equivalent
Equity
equivalent yaitu penyusaian yang dilakukan terhadap nilai buku akuntansi (accounting book value) menjadi nilai
buku ekonomis
Bennet Stewart III dalam Amin Widjaja Tunggal (2008) memberikan
suatu daftar equity equivalent sebagai berikut :
a.
Deferred
tax reserved
Pajak tangguhan (deferred tax reserved)
timbul dalam akuntansi pajak penghasilan karena terdapat future tax effects yang timbul sebagai akibat adanya perbedaan
temporer antara pengakuran transaksi dan peristiwa yang telah diakui dalam
Laporan Keuangan dan SPT pajak seperti penyusutan aktiva tetap dan kerugian
fiskal
Pengakuan future tax effects dilakukan dengan mengakui adanya aktiva pajak
tangguhan (differred tax asset) dan
kewajivban pajak tangguhan (deferred tax
liability).
Beberapa istilah dan pengertiannya :
1)
Pajak penghasilan periode berjalan (income tax current) adalah pajak penghasilan yang diperhitungkan
berdasarkan laba bersih komersial setelah ditambah atau dikurangi beda tetap
dan beda waktu antara pelaporan komersial dan fiskal
2)
Pajak penghasilan ditangguhkan (income tax-deferred) adalah pajak penghasilan terhutang untuk
periode mendatang yang dihitung berdasarkan beda waktu antara pelaporan
komersial dan fiskal.
3)
Aktiva Pajak Tangguhan (deferred tax assets) adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan
pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan tempore yang
dikurangakan dan sisa kompensasi kerugian
4)
Kewajiban Pajak Tangguhan (deferred tax liabiliy) adalah jumlah pajak penghasilan terhutang
untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaa temporer kena pajak)
Dalam perhitungan EVA, pengaruh deferred tax harus dieliminasi dengan alasan
deferred tax bukan biaya yang
bersifat tunai (cash cost) sehingga
perlu dilakukan penyesuain dalam menghitung invested
capital dan NOPAT
b.
Good
will
Goodwill terjadi apabila suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan
lain dengan harga diatas fair market
value atas aktiva dan hutangnya. Goodwill
dianggap sebagai investasi yang tidak dapat diamortisasi karena bukan merupakan
cash cost. Sehingga dalam menghitung
EVA perlu dilakukan penyesuaian sebagai berikut:
1)
Invested
capital ditambah dengan cumulative
goodwill amortization
2)
NOPAT ditambah dengan nilai amortisasi tahun berjalan
c.
Intangibles
Assets
Termasuk dalam kategori intangibles assets antara lain : R&D cost, brand names (design d& promotion), new produst
development& technology cost, customer loyalty cost, yang diperkirakan
mempunyai future benefit dan dianggap
sebagai economic assets.
Jika biaya intangibles
assets tersebut telah dibiayakan sebagai priod expenses, maka diperlakukan penyesuaian dengan cara
dkapitalisasi kembali sebagai equity
equivalent dan menambah invested capital lalu di aortisasi selama periode
tertentu
d.
Restructuring
Charges
Termasuk dalam kategori ini antara lain : Biaya-biaya
untuk penutupan/likuidasi suatu unit perusahaan. Perlakuan akuntansi untuk
biaya ini adalah membebankan seluruh biaya penutupan unit perusahaan sebagai
biaya dalam laporan laba rugi
Dalam menghitung EVA, unusual gain (loss) after tax tersebut harus dikapitalisasi karena
diasumsikan sebagai suatu bagian dari biaya untuk mempertahankan perusahaan
secara perusahaan. Recstructuring charges
merupakan investasi yang diperlukan untuk keberhasilan usaha masa yang akan dating
e.
Reserves
Termasuk dalam kategori reserves, antara lain allowance
for debt bad debt, allowance for bad stock, warantly provisions dan deferred income reserve
Dalam perhitungan EVA, cadangan lain (other reserves) tidak diakui sebagai
unsur yang mempengaruhi accounting profit
karena sifatnya yang hanya cadangan dan tidak ada unsur cash flow. Hanya biaya penghapusan yang benar-benar terjadi yang
diakui sebagai unsur yang mempengauhi accounting
profit sehingga cadangan (reserve)
di neraca merupakan equity equivalent yang
menambah invested capital dan
kenaikan cadangan (saldo akhir-saldo awal) menambah NOPAT
f.
Biaya Modal (Cost
Of Capital)
Cost of Capital adalah biaya riil yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan untuk memperolah dana baik yang berasal dari hutang, saham preferen,
saham bisaa maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi atau operasi
perusahaan (Sartono, 2000:201).
Biaya modal adalah tingkat pengembalian minimum atas modal yang dibutuhkan
untuk mengganti pinjaman dan ekuitas investor. Diformulasikan secara matematis
sebagai berikut :
Capital charges = invested capital x WACC
g.
Capital Cost Rate (WACC/Weighted Average Cost of Capital)
WACC adalah jumalah biaya
masing-masing komponen modal, misalnya pinjaman jangka pendek dan pinjaman
jangka panjang (cost of debt) serta
setoran modal saham (cost of equity)
yang diberikan sesuai dengan proporsinya dalam struktur modal saham saham (Tunggal: 2008). Perhitungannya secara
matematis dapat diformulasikan ke dalam rumus berikut :
WACC = Wd.Kd
(1-t)+Ws.Ks.+Wp.Kp
Keterangan :
WACC = Biaya modal rata-rata tertimbang
Wd = Proporsi hutang dalam strujtur modal
Kd = Cost Of debt
Ws = Proporsi saham biasa dalam struktur modal
Ks = Cost of common stock
Wp =
Proporsi saham Preferen dalam struktur modal
Kp = Cot of preferred stock
Adapun kondisi EVA pada PT Kalbe Farma Tbk
periode 1999-2008 dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2
Kondisi Economic Value Added (EVA) PT. Kalbe
Farma Tbk
Periode 1999-2008
Tahun
|
EVA (milyar )
|
1999
|
222.2
|
2000
|
103.00
|
2001
|
93.78
|
2002
|
143.88
|
2003
|
328.8
|
2004
|
332.2
|
2005
|
332.9
|
2006
|
522.5
|
2007
|
505.1
|
2008
|
615.1
|
Berdasarkan Tabel diatas, Nilai EVA terendah
didapat pada tahun 2001 sebesar 93.78 milyar rupiah, dan EVA tertinggi didapat
pada tahun 2008 sebesar 615.1 milyar rupiah
EVA mengalami kenaikan pada tahun
2001-2006, 2007-2008. Tahun 2001-2002 EVA mengalami kenaikan sebesar 50.1
milyar rupiah, dari 93.78 menjadi 143.88 milyar rupiah, 2002-2003 sebesar
184.92 milyar rupiah dari 143.88 menjadi 328.8 milyar rupiah, 2003-2004 sebesar
3.4 milyar rupiah dari 328.8 menjadi 332.2 milyar rupiah, 2004-2005 sebesar 0.7
milyar rupiah, dari 332.2 menjadi 332.9 milyar rupiah, 2005-2006 sebesar 189.6
milyar rupiah dari 332.9 menjadi 522.5 milyar rupiah, dan 2007-2008 sebesar 110
milyar rupiah, dari 505.1 menjadi 615.1 milyar rupiah
EVA mengalami penurunan pada tahun
1999-2001, 2006-2007. Tahun 1999-2000 EVA mengalami penurunan sebesar 119,.20
milyar rupiah dari 222.2 menjadi 103. milyar rupiah, 2000-2001 sebesar 9.22
milyar rupiah, dari 103 menjadi 93.78 milyar rupiah, dan 2006-2007 sebesar 17.4
milyar rupiah dari 522.5 menjadi 505.1 milyar rupiah.
Berdasarkan tabel serta penjelasan di
atas, maka dapat digambarkan perkembangan EVA secara keseluruhan periode
1999-2008 dalam bentuk grafik yang ditunjukan pada Gambar 4.2
Gambar 4.2
Perkembangan Economic Value Added Periode 1999-2008
4.3.
Deskripsi Harga Saham
Menurut Anoraga (2001 :
100) harga saham adalah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh bukti penyertaan
atau pemilikan suatu perusahaan. Harga saham juga dapat diartikan sebagai harga
yang dibentuk dari interaksi para penjual dan pembeli saham yang dilatar belakangi
oleh harapan mereka terhadap profit perusahaan.
Adapun kondisi harga saham pada PT Kalbe
Farma Tbk periode 1999-2008 dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3
Kondisi Harga saham PT. Kalbe Farma Tbk
Periode 1999-2008
Tahun
|
Closing
price (Rp)
|
1999
|
1125
|
2000
|
310
|
2001
|
225
|
2002
|
275
|
2003
|
1000
|
2004
|
550
|
2005
|
990
|
2006
|
1190
|
2007
|
1260
|
2008
|
400
|
Berdasarkan tabel diatas, harga saham
terendah berada pada tahun 2001 sebesar 225 rupiah dan harga saham tertinggi
didapt pada athun 2007 sebesar 1260.
Harga saham mengalami kenaikan pada tahun
2001-2003, 2004-2007. Tahun 2001-2002 harga saham mengalami kenaikan sebesar 50
rupiah, dari 225 menjadi 275 rupiah. 2002-2003 sebesar 725 rupiah, dari 275
menjadi 1000 rupiah. 2004-2005 sebesar 440 rupiah, dari 550 menjadi 990 rupiah.
2005-2006 sebesar 200 rupiah, dari 990 menjadi 1190 rupiah. 2006-2007 sebesar
70 rupiah, dari 1190 menjadi 1260 rupiah.
Harga saham mengalami penurunan pada tahun
1999-2001, 2003-2004, 2007-2008. Tahun 1999-2000, harga saham mengalami
penurunan sebesar 815 rupiah, dari 1125 menjadi 310 rupiah. 2000-2001 sebesar
85 rpiah, dari 310 menjadi 225 rupiah. 2003-2004 sebesar 450 rupiah, dari 1000
menjadi 550 rupiah. 2007-2008 sebesar 960 rupiah, dari 1260 menjadi 400 rupiah.
Berdasarkan tabel serta penjelasan di
atas, maka dapat digambarkan perkembangan Harga Saham secara keseluruhan
periode 1999-2008 dalam bentuk grafik yang ditunjukan pada Gambar 4.3
Gambar 4.3
Perkembangan Harga saham Periode 1999-2008
4.4.
Pengaruh Return On Investment (ROI) Terhadap
harga Saham
4.4.1. Uji Normalitas
Uji normalitas
bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penggangu atau
residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F
mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Pada prinsipnya
normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu
diaginal dari grafik atau dengan melihat histogram
dari residualnya
Setelah dihitung
dalam program SPSS 12, ROI menghasilkan grafik histogram sebagai berikut :
Gambar 4.4
Pengujian Normalitas ROI Dengan Grafik Histogram
Setelah melihat
grafik histogram yang ditunjukan pada ketiga gambar diatas, dapat disimpulkan
ROI memiliki data yang berdistribusi tidak normal, sebab grafik lebih menceng
ke sebelah kanan
Akan tetapi data
berdasarkan grafik dapat menyesatkan jika tidak dilihat dan dibuktikan secara
statistik. Oleh karena itu, data variabel akan kembali diuji oleh Uji statistik non parametrik K-S (Kolmogorov-smirnov). Data dikategorikan
berdistribusi normal jika memiliki nilai probabilitas signifikansi K-S lebih
besar dari 0.05 (α =0.05).
Setelah dilakukan
perhitungan dalam SPSS 12, maka didapat nilai K-S pada tabel 4.4 dibawah ini
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Data
Berdasarkan tabel
diatas nilai variabel ROI memiliki nilai K-S 1.070 dengan probabilitas
signifikansi 0.202 dan nilainya jauh diatas α=0.05. Hal ini berarti variabel ROI berdistribusi normal
4.4.2.
Pengujian Signifikansi Partial (Uji T)
Uji parsial dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh
variabel independen secara parsial (individu) terhadap variabel dependen.
Didalam pengujian yang dilakukan secara keseluruhan ternyata diperoleh model
yang berarti maka dilanjutkan dengan pengujian seperti koefisien regresi dari
masing-masing variabel yang diperoleh di bawah ini
Tabel 4.5 Hasil Uji Signifikansi Partial (T)
Dari tabel 4.5 hasil perhitungan uji partial koefisien yang digunakan
adalah koefisien t. Kriteria penolakan H0 jika tHitung lebih besar dari tTabel atau thitung
> ttabel. Untuk n = 10, k
=3 maka diperoleh nilai-df sebagai berikut :
n = 10
k = 3
df = n-k (10-3)= 7
ttabel. = 1.895
Berdasarkan Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ROI memperoleh nilai tHitung dengan nilai sebesar 1.726 dengan taraf
signifikansi sebesar 0.128 dan nilai ttabel = 1.895.. Karena thitung
lebih kecil dari ttabel yaitu 1.726 < 1.895 dengan taraf
siginifikansi lebih besar nilai α yaitu 0.128 > 0.05 maka dapat
disimpulkan ROI tidak berpengaruh positif terhadap harga saham. Dengan kata
lain semakin besar ROI, tidak diimbangi dengan kenaikan harga saham yang
signifikan
4.5.
Pengaruh Economic Value Added (EVA), Terhadap
Harga Saham
Setelah dihitung dalam program SPSS 12, EVA
dan harga Saham menghasilkan grafik histogram sebagai
Gambar 4.5
Pengujian Normalitas EVA dan Harga Saham Dengan Grafik Histogram
Setelah melihat grafik histogram yang
ditunjukan pada gambar diatas, dapat disimpulkan EVA dan Harga Saham memiliki
data yang berdistribusi tidak normal, sebab grafik lebih menceng ke sebelah.
Namun berdasarkan Tabel 4.4 EVA memiliki nilai K-S 0.640 dengan probabilitas
signifikansi 0.808 yang berarti jauh diatas α =0.05 berarti variabel EVA berdistribusi normal. Variabel Harga Saham
juga dapat disimpulkan berdistribusi normal sebab memiliki nilai K-S 0.731
dengan probabilitas signifikansi 0.658 yang berarti jauh diatas α =0.05. Kesimpulannya, ketiga variabel
memiliki data beridistribusi normal.
Berdasarkan
Tabel 4.5 dapat disimpulkan EVA memperoleh nilai tHitung dengan nilai
sebesar -0.271 dengan nilai signifikansi sebesar 0.794 dengan nilai ttabel
= 1.895.. Karena thitung lebih kecil dari ttabel yaitu -0.271
< 1.895 dengan taraf signifikansi lebih besar nilai α yaitu 0.794 > 0.05 maka dapat disimpulkan EVA tidak berpengaruh positif
terhadap harga saham. Dengan kata lain semakin besar EVA, tidak diimbangi
dengan kenaikan harga saham yang signifikan
4.6.
Pengaruh Return On Investment dan Economic Value Added (EVA), Terhadap
Harga Saham
4.6.1. Uji Autokorelasi
Uji
autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam regresi linier ada korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode
t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residula (kesalahan pengganggu) tidak
bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada
data runtut waktu (time series)
karena “gangguan” pada seseorang individu/kelompok cenderung mempengaruhi
“gangguan” pada individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya.
Dikarenakan
pada penelitian ini memiliki n<30, maka uji autokorelasi yang digunakan
adalah Uji Durbin Watson. Setelah
dilakukan perhitungan pada tabel SPSS 12, maka hasilnya didapat pada tabel 4.5
dibawah ini :
Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi
Penelitian
ini memiliki nilai n=10, dan variabel independen (k) = 2, maka didapat nilai durbin watson sebesar 1.787. Nilai durbin watson tersebut terletak pada
interval yang tidak ada autokorelasi. Kesimpulan tersebut dapat dibuktikan pada
grafik berikut ini :
K = 2 dan n
= 10, tingkat signifikansi 95% (α =0.05) diperoleh hasil :
dl : 0.697
; 4-dl = 3.303
du :1.641 ;
4-du = 2.359
Keputusan ada
atau tidaknya autokorelasi yaitu dengan ketentuan sebagai berikut :
1.641 < DW
< 2.359 =
tidak autokorelasi
0.697 < DW
< 1.641 atau 2.359 < DW < 3.303 = tidak dapat disimpulkan
DW < 0.697
atau DW > 3.303 =
terjadi autokorelasI
|
|
|
|
|
Gambar 4.6 Grafik Daerah
penolakan dan penerimaan autokorelasi
Berdasarkan
gambar diatas menunjukan nilai durbin watson
sebesar 1.787 terletak antara 1.641 sampai dengan 2.359, sehingga model ini
tidak terdapat problem autokorelasi. Hasil tersebut dapat disimpulkan model
regresi terbebas dari problem autokorelasi. Terbebasnya model dari problem
autokorelasi berarti tidak terdapat pengaruh dari variabel dalam model melalui
tenggang waktu. Hal ini juga dapat diperjelas nilai suatu variabel saat ini
tidak akan berpengaruh terhadap nilai variabel pada masa yang akan datang.
4.6.2. Uji Analisis regresi Linier Berganda
Uji analisis
regresi linier berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
secara keseluruhan terhadap variabel dependen, yaitu pengaruh antara ROI dan EVA
terhadap harga saham
Tabel 4.7 Hasil Uji Analisis Regresi Linier Berganda
Berdasarkan hasil
perhitungan, diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 299.988 + 48.633 ROI – 0.246 EVA + e
Dari kedua
variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi, variabel ROI maupun
EVA tidak signifikan hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikansi untu
ROI sebesar 0.128 dan EVA sebesar 0.794 dan keduanya jauh di atas 0.05.
Persamaan
matematis diatas dapat diterjemahkan
sebagai berikut :
·
Konstanta
sebesar 299.988 menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan,
maka harga saham diperkirakan sebesar 299.988 rupiah
·
Koefisien
regresi ROI sebesar 48.633 menyatakan bahwa setiap kenaikan ROI sebesar 1
persen hanya akan menaikan nilai harga
saham sebesar 48.633 Rupiah
·
Koefisien
regresi EVA sebesar -0.246 menyatakan bahwa setiap kenaikan EVA sebesar 1
persen justru hanya akan menurunkan nilai harga saham sebesar 0.246 Rupiah
4.6.3. Pengujian Koefisien Determinasi
Uji Koefisien
determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model independen
dalam mempengaruhi variasi variabel independen, atau dengan kata lain, uji
koefisien determinasi adalah untuk mengetahui seberapa besar Return On Investment dan Economic Value Added dalam mempengaruhi
harga saham di PT Kalbe Farma Tbk
Berdasarkan hasil
perhitungan dengan program SPSS diperoleh nilai koefisien determinasi pada
tabel 4.8 berikut ini :
Tabel 4.8 Hasil Uji Koefisien Determinasi
Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 0.171. Hal ini berarti ROI dan EVA
mempengaruhi harga saham sebesar 17.1 %, sedangkan 82.9 % (100-17.1)
dipengaruhi variabel lain diluar variabel penelitian
4.6.4.
Pengujian Siginifikansi Simultan (Uji F)
Uji F (Uji Simultan) digunakan untuk mengetahui dan membuktikan apakah
semua variabel independen - dalam hal ini Return
On Investment dan Economic Value
added - secara bersama-sama (simultan)
berpengaruh terhadap variabel independen
– dalam hal ini harga saham - atau dengan kata lain pengujian ini dilakukan
untuk mengetahui apakah permodelan yang dibangun adalah fit atau tidak.
Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan program SPSS, didapatkan
hasil sebagai berikut :
Tabel 4.9 Hasil Uji signifikansi simultan (F)
Hasil perhitungan
program SPSS diperoleh nilai F hitung sebesar 1.931 serta nilai probabilitas
0.215. Untuk n = 10, K (jumlah variabel)
=3 dan α = 0.05, maka diperoleh nilai sebagai berikut :
Df = k-1 (3-1) = 2
Df2 = n-k
(10-3) =7
F tabel = 4.74
Hasil perbandingan menunjukan bahwa nilai
probabilitas (0.215)> α(0.05) dan F hitung lebih kecil dari F tabel (1.931<
4.74). Sehingga dapat dikatakan bahwa permodelan yang dibangun, yaitu variabel
bebas berupa ROI dan EVA tidak mempunyai pengaruh positif yang
signifikan terhadap harga saham di PT. Kalbe Farma Tbk Periode 1999-2008 dengan
nilai koefisien determinasi (R2) = 0.171. Hal ini berarti variabel-variabel
lain diluar model lebih mempengaruhi harga saham sebesar 1-0.171 =0.829 (82.9
%)
Gambar 4.7 Grafik penolakan dan penerimaan
Uji Simultan (F)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar