Sabtu, 22 Desember 2012

OPINI TENTANG FILM 5 CM




5 cm.

Bagaimana jika kita hanya memiliki sahabat yang itu-itu saja selama bertahun-tahun. Kita hanya menghabiskan waktu bersama mereka, dan tidak ada yang bisa dilakukan tanpa mereka. Betul-betul tergantung pada kondisi persahabatan yang membosankan tersebut, namun menahan cinta yang mendalam pada salah seorang sahabat tersebut, tanpa berani mengungkapkannya?....

Kisah 5 remaja yang sedkit “berlebihan” memandang persahabatan, kisah cinta, mimpi didepan mata, petualangan ala-ala remaja tanggung namun realistis, edukatif dan apa adanya, lepas dari tuntutan gengsi satu sama lain dan sangat menyentuh hati, memang menjadi daya tarik tersendiri novel karya Donny Dhirgantoro ini. Saya pribadi  memang menempatkan novel ini di 10 besar novel yang paling saya favoritkan. Novel ini cukup membuat saya tidak dapat berhenti membacanya, dan jika harus berhenti, kata-kata yang dituliskan tetap terngiang-ngiang sepanjang waktu.

Berbicara mengenai filmnya, sy memang berharap banyak pada segala aspek yang sempat saya bayangkan sewaktu membacanya. Tentunya sebagai penonton, imajinasi yang terekam dalam benak saya sewaktu membaca novel ini, akan dihidupkan sang sutradara, rizal mantovani, dengan sempurna dan kembali membuat sy merasakan sensasi sewaktu membacanya.

Iklan dan promo yang dilakukan para pemain, sebetulnya cukup membuat sy berhasrat besar untuk menghargai film ini dengan menontonnya ke bioskop, apalgi mereka sudah mati-matian dan penuh pengorbanan menantang bahaya langsung di latar aslinya, yaitu Gunung MAHAMERU.

Semua Tokoh sangat hidup. Ian yang diperankan Saykoji, Zafran yang dperankan HErjunot Ali, Riani yang diperankan Raline Shah, cukup membuat sy tersenyum puas. Sementara perawakan denny Sumargo sebagai Arial, elegantnya Genta oleh ferdi Nuril, dan kecantikan Arinda oleh Pevita Pearce, agak jauh dengan apa yang sy bayangkan (tentunya penilaian ini relative.hehehe)…

Dari segi cerita, seperti (penyakit) dari fim-film yang diadaptasi dari novel-novel terlaris, selalu ada beberapa adegan yang tidak divisualisasikan. Sebenernya jika adegan itu tidak memperngaruhi cerita sih gak apa-apa. Namun kadang kala, potongan adegan ini justru yang menjadi favorit pembaca novel. Penyakit potongan-potongan ini sempat terjadi pada film Harry potter, atau produk film Indonesia Ayat-ayat cinta, yang justru menjadi mati karena cerita terbaik pada novelnya justru tidak dipublikasikan.

Begitu pula dengan film ini, ada beberapa cerita yang tidak divisualisasikan, yang justru bagian-bagian tersebut adalah bagian-bagian favorit dan mengguncang hati para pembaca novel (setidaknya bagi saya). Adegan mistis yang dialami dan diceritakan secara elegan tokoh Genta yang tersesat sendirian di Hutan kalimati selama sehari semalam, atau pertolongan “roh” pendaki yang dulu meninggal di Mahameru yang sejak dari lereng gunung, sudah mengikuti dan menyemangati perjalanan 6 sekawan ini, yang menjadi nilai heroik  dari novel ini (apalagi waktu kisahnya bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia). Yah, sy pribadi agak kecewa karena  Adegan-adengan inilah yang memberi warna tersendiri dalam novel 5 cm justru tidak difilmkan. Padahal, saya sempat berpendapat, dengan pengorbanan dan perjuangan mati-matian bahkan hingga langsung membuat di latar asli yang memiliki kondisi dan medan yang sangat sulit, MAHAMERU, film ini tidak akan tanggung-tanggung dalam menjabarkan dan menghidupkan kisahnya. Sayang sekali….

Namun lepas dari semua kekecewaan diatas, film ini cukup membuat saya menghela nafas kagum. Sebab meskipun sy fikir, 5 cm lebih tepat berada dalam tema petualangan, namun film ini juga menyajikan kisah-kisah romantis cinta, persahabatan, komedi dengan alunan dialog yang elegan dan cerdas.

Kisah bagaimana 6 sahabat dan 1 “saudari kecil” yang saling bahu membahu dan menyemangati dalam mimpinya, RASA NASIONALISME menjadi PEMUDA INDONESIA, cinta segi empat yang dibawakan dengan santun dan tidak membabi buta, dan yang paling menakjubkan adalah “eksploitasi” positif untuk menyajikan pemandangan-pemandangan menakjubkan yang ada di INDONESIA tercinta, menjadi daya tarik berbeda dari film ini. Meski petualangan yang di harapkan hadir mendominasi film ini, memang menjadi resesif karena sutradara lebih menyajikan dan memfokuskan pada kondisi persahabatan para tokohnya saja.  
Ada 1 pesan yang saya setujui dari kisah 5 cm, yakni sebuah pesan untuk menarik diri dari hingar binger kenyamanan bersama sahabat sebetulnya dapat membuat kita melakukan banyak hal termasuk pandangan mengenai realita hidup. Meskipun tentu tidak untuk selamanya. Namun kadang-kadang, mencoba menyendiri dengan mencari makna tentang tugas dan peran apa kita hidup akan menjadikan kita tidak hanya “SEONGGOK DAGING” yang menunggu mati……

Secara menyeluruh, film ini cukup layak menjadi tontonan bermakna  renyah dan mudah dicerna. Apalagi, ada pesan-pesan yang meski umum “didendangkan” novel-novel dan film-film edukatif, namun pemaparan dan gaya bahasa 5 cm cukup berbeda dan membuat saya terdiam.

Intinya, jika ingin menonton film ini, sy menyarankan untuk tidak membaca novelnya dahulu. Sebab, akan banyak harapan dari interpretasi2 pembaca tentang kisah yang dipaparkan  secara ringan,menyentuh namun berbobot oleh sang penulis. Bacalah novelnya setelah menonton filmnya, dan insya Alloh anda akan terhempas kedalam suasana sentimentil dengan makna-makna pandangan kehidupan mengenai cinta sejati, persahabatan, mimpi di masa depan, yang akan membuat anda mengangguk-angguk dan berkata, “ya sih, bener juga”…..

Dan…

3 setengah bintang untuk film ini.....