5 cm.
Bagaimana jika kita hanya memiliki
sahabat yang itu-itu saja selama bertahun-tahun. Kita hanya menghabiskan waktu
bersama mereka, dan tidak ada yang bisa dilakukan tanpa mereka. Betul-betul
tergantung pada kondisi persahabatan yang membosankan tersebut, namun menahan
cinta yang mendalam pada salah seorang sahabat tersebut, tanpa berani
mengungkapkannya?....
Kisah 5 remaja yang sedkit “berlebihan”
memandang persahabatan, kisah cinta, mimpi didepan mata, petualangan ala-ala
remaja tanggung namun realistis, edukatif dan apa adanya, lepas dari tuntutan
gengsi satu sama lain dan sangat menyentuh hati, memang menjadi daya tarik
tersendiri novel karya Donny Dhirgantoro ini. Saya pribadi memang menempatkan novel ini di 10 besar novel
yang paling saya favoritkan. Novel ini cukup membuat saya tidak dapat berhenti
membacanya, dan jika harus berhenti, kata-kata yang dituliskan tetap terngiang-ngiang
sepanjang waktu.
Berbicara mengenai filmnya, sy
memang berharap banyak pada segala aspek yang sempat saya bayangkan sewaktu
membacanya. Tentunya sebagai penonton, imajinasi yang terekam dalam benak saya
sewaktu membaca novel ini, akan dihidupkan sang sutradara, rizal mantovani,
dengan sempurna dan kembali membuat sy merasakan sensasi sewaktu membacanya.
Iklan dan promo yang dilakukan
para pemain, sebetulnya cukup membuat sy berhasrat besar untuk menghargai film
ini dengan menontonnya ke bioskop, apalgi mereka sudah mati-matian dan penuh
pengorbanan menantang bahaya langsung di latar aslinya, yaitu Gunung MAHAMERU.
Semua Tokoh sangat hidup. Ian yang diperankan Saykoji, Zafran yang dperankan HErjunot Ali, Riani
yang diperankan Raline Shah, cukup membuat sy tersenyum puas. Sementara
perawakan denny Sumargo sebagai Arial, elegantnya Genta oleh ferdi Nuril, dan
kecantikan Arinda oleh Pevita Pearce, agak jauh dengan apa yang sy bayangkan
(tentunya penilaian ini relative.hehehe)…
Dari segi cerita, seperti
(penyakit) dari fim-film yang diadaptasi dari novel-novel terlaris, selalu ada
beberapa adegan yang tidak divisualisasikan. Sebenernya jika adegan itu tidak
memperngaruhi cerita sih gak apa-apa. Namun kadang kala, potongan adegan ini
justru yang menjadi favorit pembaca novel. Penyakit potongan-potongan ini
sempat terjadi pada film Harry potter, atau produk film Indonesia Ayat-ayat
cinta, yang justru menjadi mati karena cerita terbaik pada novelnya justru
tidak dipublikasikan.
Begitu pula dengan film ini, ada
beberapa cerita yang tidak divisualisasikan, yang justru bagian-bagian tersebut
adalah bagian-bagian favorit dan mengguncang hati para pembaca novel
(setidaknya bagi saya). Adegan mistis yang dialami dan diceritakan secara
elegan tokoh Genta yang tersesat sendirian di Hutan kalimati selama sehari
semalam, atau pertolongan “roh” pendaki yang dulu meninggal di Mahameru yang
sejak dari lereng gunung, sudah mengikuti dan menyemangati perjalanan 6 sekawan
ini, yang menjadi nilai heroik dari
novel ini (apalagi waktu kisahnya bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia).
Yah, sy pribadi agak kecewa karena Adegan-adengan
inilah yang memberi warna tersendiri dalam novel 5 cm justru tidak difilmkan. Padahal,
saya sempat berpendapat, dengan pengorbanan dan perjuangan mati-matian bahkan
hingga langsung membuat di latar asli yang memiliki kondisi dan medan yang
sangat sulit, MAHAMERU, film ini tidak akan tanggung-tanggung dalam menjabarkan
dan menghidupkan kisahnya. Sayang sekali….
Namun lepas dari semua kekecewaan
diatas, film ini cukup membuat saya menghela nafas kagum. Sebab meskipun sy
fikir, 5 cm lebih tepat berada dalam tema petualangan, namun film ini juga
menyajikan kisah-kisah romantis cinta, persahabatan, komedi dengan alunan
dialog yang elegan dan cerdas.
Kisah bagaimana 6 sahabat dan 1 “saudari
kecil” yang saling bahu membahu dan menyemangati dalam mimpinya, RASA
NASIONALISME menjadi PEMUDA INDONESIA, cinta segi empat yang dibawakan dengan
santun dan tidak membabi buta, dan yang paling menakjubkan adalah “eksploitasi”
positif untuk menyajikan pemandangan-pemandangan menakjubkan yang ada di INDONESIA
tercinta, menjadi daya tarik berbeda dari film ini. Meski petualangan yang di
harapkan hadir mendominasi film ini, memang menjadi resesif karena sutradara
lebih menyajikan dan memfokuskan pada kondisi persahabatan para tokohnya saja.
Ada 1 pesan yang saya setujui
dari kisah 5 cm, yakni sebuah pesan untuk menarik diri dari hingar binger kenyamanan
bersama sahabat sebetulnya dapat membuat kita melakukan banyak hal termasuk
pandangan mengenai realita hidup. Meskipun tentu tidak untuk selamanya. Namun
kadang-kadang, mencoba menyendiri dengan mencari makna tentang tugas dan peran
apa kita hidup akan menjadikan kita tidak hanya “SEONGGOK DAGING” yang menunggu
mati……
Secara menyeluruh, film ini cukup
layak menjadi tontonan bermakna renyah
dan mudah dicerna. Apalagi, ada pesan-pesan yang meski umum “didendangkan”
novel-novel dan film-film edukatif, namun pemaparan dan gaya bahasa 5 cm cukup berbeda
dan membuat saya terdiam.
Intinya, jika ingin menonton film
ini, sy menyarankan untuk tidak membaca novelnya dahulu. Sebab, akan banyak harapan
dari interpretasi2 pembaca tentang kisah yang dipaparkan secara ringan,menyentuh namun berbobot oleh
sang penulis. Bacalah novelnya setelah menonton filmnya, dan insya Alloh anda
akan terhempas kedalam suasana sentimentil dengan makna-makna pandangan
kehidupan mengenai cinta sejati, persahabatan, mimpi di masa depan, yang akan
membuat anda mengangguk-angguk dan berkata, “ya sih, bener juga”…..
Dan…
3 setengah bintang untuk film ini.....