Rabu, 03 Oktober 2012

MENGGUGAT LELAH

MENGGUGAT  LELAH
Oleh : Asep Suhermin

Saat letih tak lagi mampu dirasakan
Hanya pasrah yang mungkin akan terucap
Karena rindu bukanlah sebuah jalan pilihan
Berbatas harapan yang semu kemulai meraih sebuah mahkota

Kini aku mulai kembali berharap ada kekuatan yang terdalam dapat meletihkan keputus asaan. Karena telah 24 tahun aku berpijak dalam ketidak pastian. Mungkin hanya mati yang akan menjawab sebuah kutukan. Inilah aku yang sudah renta dan tak mampu lagi bersujud. Namun aku tegakkan kelopak mata yang sudah tak dapat lagi  terkatup.

Jadi siapa lagi yang harus aku percaya? Dalam aku merenung malam yang tak jua dapat memberikan jawabannya. Haruskah aku tertidur kembali dalam kelelahan?

Kini peluh-peluh telah terbayar keringat. Hanya bergumam dan mengumpat dalam kicauan dan kabar burung. Sebuah motivasi terperangkap untuk terus melaju dalam sebuah cita-cita. Kuharap kau tak pernah ada dan takkan pernah ada. Aku marah saat kau ada dan memanggilmu saat kau tak ada. Kau datang terlalu cepat dan pergi terlalu lambat.

Jadi, jika bayi yang menangis pun kau jamah hingga tertidur, ku harap kau mampu menidurkannya dalam nyenyak. Dan membangunkannya dengan air susu terlihat mata kecilnya. Tapi kau datang dan kembali menyulam kantuk dalam wajah kecilnya setelah terlelap dalam deru-deru tangisnya.

Ah…kuberi laknat dengan rasa ini. Pergi jauh untuk menggapai musnah. Aku tak membutuhkan mu. Jangan kau jamah keabadian dan semangat hidup yang terjalani kami para mahluk. Tapi layakkah aku menggugat mu dalam kau yang kadang kali pula binasa?

Aku tak boleh memintamu mati. Karena kau ada karena aku ada. Semua yang tampak bergelayutan untuk berdiri pada dua kaki yang letih. Kau usik dengan lembut dan kesesalanpun terbingungi. Tetes –tetes yang kerap kali keluar dari mata, dan kusebut air mata, menjadi sebuah contoh bahwa kau tidak diharapkan. Namun saat kelak nanti waktu memulihkan semua menjadi kuat, aku akan bilang persetan jikalau kau datang lagi.

Apalagi jika kau merindukan jejak-jejakku yang aku sendiri sadar akan menghilang tanpa aku harus hapus. Bercanda tawapun kau harus datang. Dalam air mataku pun ku tahu kau tertawa membelai. Menjadi manusia terbaik pun kau tetap belay dalam bingung. Sedianya cukup wajar bagiku letih untuk menjadi cemooh masa menjadi yang terburuk untuk para tetangga.

Hai…kau yang selalu membuat aku mati
Hai….kau yang selalu ku lawan dalam pergulatan menindihmu
Hai…kau yang diam meski tak pernah kalah

Berbagilah kau dengan masa depan dan akan menjadi masa lalu. Kadang aku yang ingin terbangun di tengah malam, kau usik dengan suara bising di telinga yang tak dapat pula kudengat. Kau khayalkan aku dalam sebuah mimpi dan pengharapan yang sesaat.
Kini bertasbih aku mengingat penciptamu.

Kau Ia ciptakan agar ada waktu aku untuk mengenal wajahku.
Kau Ia ciptakan agar aku mampu mendengar suara nadir kecil di hatiku.
Kau Ia kirimkan untuk memenuhi hasrat rasa sakit dalam kesembuhan
Namun, picik rasanya kau ku jamah dan kau ku anjingkan dalam berbagai usahamu menghangatkan aku.

Ini adalah sebuah prosa puisi yang tergugat namun tak pernah perlu digugat. Hanya saja, aku berdiri di podium dengan menerima teriakan kagum tanpa ada rasa ini. Inilah yang ku sebut ingkar dalam keadaan sebenarnya. Jika semua menyadari apa yang ada didepan adalah jalan kelarnya. Yentunya kita hanya harus mencari tanpa harus menggugat apapun yang terlihat, terdengar, tercium dan terpijak. Karena apapun hanyalah warna abu-abu yang sebentar lagi memutih atau menghitam dalam buih-buih keputusan yang kita pilih. Menggugat kekuatan lelah atau mencari kekuatan dalam lelah?


16 Juni 2007


Tidak ada komentar:

Posting Komentar