Senin, 01 Oktober 2012

KESENDIRIAN





MENGAJI dan Berfikir

Dari Sebuah kejadian, untuk sebuah jawaban dari (tentunya) sebuah pertanyaan

1. Kenapa Alloh menghendaki IBrahim As untuk “bertapa” dan memikirkan siapa TUhannya, hingga saat ini seluruh Dunia menjadikan beliau sebag

ai Bapak dari seluruh bangsa ?
2. Kenapa Alloh menghendaki SIti Hajar dan Putranya Ismail untuk pergi ke sebuah lembah gersang yang tiada kehidupan dan tiada yang (secara logika manusia) menghidupinya, meski pada akhirnya inilah yang jadi cikal bakal peradaban terbesar dalam sejarah manusia?
3. kenapa Alloh menghendaki Nabi Muhammad SAW, sang rasul Alloh yang berlama-lama memisahkan diri dari kejahiliyahan Quraisy di gua Hira hingga Beliau lebih merasa Aman dan Nyaman bersama wahyu dari ALLoh, dan akhirnya muncul sebagai jiwa ‘Kokoh” yang dihina mati-matian?
4. Kenapa Alloh menghendaki Siti Maryam, ibu dari Nabi Alloh ISa As yang dipisahkan dari hiruk pikuk “pemerkosaan” keyakinan agar terus “disucikan” meski namanya terus tergerus fitnah?
5. Kenapa Alloh menghendaki Sayyidina Umar Bin Khatab Ra yang kembali dari “kejayaan” menuju padang khatab untuk pergi dari “kepusingan” tradisi yang tiada masuk akal dan dibenarkan hanya karena turun temurun adat, yang berubah menjadi hamba “tegap” yang siap dengan mantap meski akhirnya wafat karena keberanian yang dibodohi?
6. Kenapa Alloh menghendaki Perintah untuk melaksanakan tahajud di malam hari yang diulang berkali-kali dalam kitab suci Alquran, meski hanya sebagai sunah yang diutamakan?
7. Kenapa Alloh menghendaki Perintah I’tikaf dimesjid dibulan Ramadhan yang keutamaan pahalanya begitu dahsyat menjadi iming-iming yang menggiurkan?

 
Apa yang sedang anda fikirkan?
“sesuatu-sesuatu” diatas mungkin menunjukan betapa perlunya kita terus ingin kembali pada normalnya fitrah manusia. Kita perlu sewaktu-waktu menarik diri dari hingar bingar dan giuran tawa dan tangisan tanpa isi yang tiada bernilai apa-apa selain kesenangan peradaban jahiliyah abad modern ini untuk sebuah persiapan…ya sebuah persiapan

Cukup dengan melihat dan kaji dengan fikiran bersih. Karena mungkin dari setiap “kebenaran” yang entah memang benar-benar “benar”, atau hanya mungkin benar terselip sebuah “penduaan” terhadap penghambaan selain TUhan.

HIjrah…ya mungkin namanya hijrah..
Melihat dan me “rewind” segala yang sudah tertatahkan dalam pengalaman dan sejarah kita, agar bersiap menjadi sebuah potensi dasar kita untuk tetap “suci” dengan pandangan-pandangan dari TUHAN bukan pandangan istiadat atau ribawi.

Siapa yang terlalu “nyaman” dan tidak ingin menganulir beberapa nomor yang tertulis dalam catatan hari kemarin, adalah sebuah kesombongan terhadap keesaan TUhan yang tiada terasa.

Barangkali inilah mengapa, ulat membutuhkan kepompong untuk berubah indah menjadi kupu-kupu. Dan setiap jiwa yang berfikir perlu waktu “merebahkan” diri untuk berpisah dari kegiatan peradaban agar (mudah-mudahan) muncul sebagai nurani yang “mantap”.
Fikirkan dan menuliskan semua dalam rencana baru adalah sebuah garis nasib yang dibentuk bukan ditunggu.

Dan inilah yang seharusnya menjadi alkisah…

Dengan kemampuan kita mendengar yang tak ingin menjadi TULI, atau kemampuan kita melihat yang tak ingin tiba-tiba BUTA, sebuah Kisah harus kita mulai dalam sebuah kewajiban mengaji, sebagai bentuk kesungguhan dalam mencari iman yang dalam Alquran Alloh selalu mewajibkannya dengan jalan berfikir…

Wallahu alam Bis shawwab

-SS-
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar