MENUNGGU SANG PENGAGUM
Oleh : Asep Suhermin
Bertanya pada mata hati
yang berkerabat dengan kepasrahan. Dalam menunggu ruang yang tak kunju ng dapat
di pahami dengan akal sehat. Aku memilih kata0kata pada langit –langit rumah
yang berjamur. Tuhan, kiranya aku dapat menunggu sang waktu mengumandangkan
adzannya dalam lelapnya tidurku.
Aku menjerit keras,
“mampukan aku terkagumi dalam makna seorang biduan?” tak ada seorangpun
menjawab
Aku menjerit mengeras, “
mampukah aku tekagumi dalam makna seorang pelacur?” tak seoarngpun menjawab
Aku mengeluh dalam
jeritan keras, “mampukah aku dikagumi dalam makna seorang gadis dalam pakian
hitam?” aku sendiri menjawab “ hiduplah dalam hakmu sebagi pecinta”
Bilang pada semua
pendusta yang sesumbar dengan rayuan-rayuan laknat yang membumi. Untuk sejenak
melupakan nafsu dan berpaling kepadaku, sang kejujuran.
“apakah artinya sendiri?”
aku bertanya pada gelombang lautan. Dan mereka sama sekali tak mengerti, karena
mereka menjadi gelombang tidak pada titik yang mampu ku teteskan pada telapak
tanganku.
“lalu apakah artinya
hidup dengannya?” aku bertanya pada
riak-riak air di lumbung padi. Dia hanya menjawab, “dengannya aku merasa
nyaman”
“lalu apakah artinya sang
pengagum untukku?” aku bertanya pada hatiku yang menjawab “pengusir lelah”
Aku bukan penjahat yang
membawa senapan dan memaksa untuk melindungiku. Karena sapu lidi yang ku
jadikan senjata pun mampu membela
diriku. Janya saja aku tetap terluka dalam pertempuranku melawan
anjing-anjing jalanan.
Inikah sebuah perjuangan?
Dalam menemukan sang pengagum yang mencat kuku-kukunya sambil bersiul?
22 Juni 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar