Selasa, 24 September 2013

TENGOKLAH KELUAR


TENGOKLAH KELUAR

Ada banyak guru diluar sana, ada banyak sekolah dijalanan, ada banyak pelajaran dimanapun saya berdiri, berlari dan singgah. Ada yang mengajari saya untuk lebih banyak bersyukur saat mengamati orang-orang yang tengah diberi cobaan untuk menjalani kepahitan hidup, tukang sapu jalanan yang menjelma menjadi guru saya setiap kali saya melihatnya, bahwa rezeki tidak datang dengan tangan yang terus menerus menengadah. Anak-anak jalanan yang memberi makna terdalam tentang cinta dan kepedulian, pojok-pojok kota yang kerap mengajarkan arti kesederhanaan hidup, bahkan riuh rendahnya kota yang berbicara tentang kerasnya perjuangan hidup.

Siapa yang tak mampu mengambil pelajaran disetiap perputaran waktu dan silih bergantinya siang dan malam, yang tak lebar-lebar membuka matanya mengamati lintasan-lintasan peristiwa dan kejadian penuh makna yang tak pernah berhenti, yang tak menjadikan telinganya untuk mendengar lebih banyak keluh dan kesah, serta jerit yang kerap tak terdengar dari balik jendela mobil juga kantor yang tak membiarkan langkah kakinya sering-sering mengarah kejalanan untuk merasai langsung panasnya aspal yang membakar kulit dan terik yang memanggang kepala, sungguh amat merugilah ia.

Sungguh ada jiwa yang terbelai lembut setiap kali mendapatkan senyum balasan seorang pengemis tua, senyum yang jelas lebih menyentuh dari senyum klien atau rekan bisnis. Ada hati yang semakin peka usai berlama-lama mengobrol menyongsong senja bersama anak penjaja Koran sore, bahwa apa yang bisa makan esok pagi sangat bergantung dari berapa Koran yang terjual. Usahlah, mengajak mereka bermimpi untuk meneruskan sekolah, karena mereka hanya tahu bangku sekolah bukan tersedia untuk mereka. Dan pulanglah lebih malam ketika langkah anda akan terasa lemas bukan karena lelah sepulang bekerja, melainkan mata anda yang menyaksikan begitu banyak orang tertidur diemperan kota, sebelah tangannya menjadi bantal, tangan satunya mendekap perut yang belum sempat terisi semenjak siang. Menangislah orang-orang seperti saya mengingat nasi yang sering terbuang percuma karena masak berlebihan atau anak-anak yang bertingkah ingin jajan diluar.

Peluh yang keluar dari dahi dan setiap inci tubuh mereka, mungkin akan menjadi wewangian semerbak mereka dihadapan Allah nanti, bukti bahwa mereka bernar-benar merasai hidup yang sebenarnya. Legam hitam kulit yang terbakar matahari itu, bisa jadi pertanda bagi para malaikat untuk bersaksi atas perjuangan keras mereka bertahan atas semua cobaan dari tuhannya. Sementara kita? Seberapa banyak keringat kita? Tapi kenapa kita tak lebih bersyukur dari mereka dan terus menerus mengeluh?

Saya masih bisa bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk lebih banyak melihat keluar, dari balik jendela bis kota, dari aktivitas social yang saya geluti, dari kebiasaan untuk banyak singgah ditempat-tempat dimana saya bisa menemukan guru,sekolah, dan pelajaran kehidupan sesungguhna. Meski Cuma menengok, tapi saya tetap ingin selalu menyempatkan hati melihat keluar. Selalu

Oleh : Bayu Gawtama, 11 amanah lelaki

Tulisan diatas, adalah salah satu bab favorit saya dalam buku 11 amanah lelaki, yang dengan santun dan menyentuh ditulis oleh BAYU GAWTAMA. Sebelum membaca tulisan diatas, saya mengira bahwa acapkali saya terlalu pusing dan ribet di jejali pikiran-pikiran yang bukan tugas saya. Namun setelah membacanya, saya tahu bahwa berfikir, merenung dengan melihat keluar adalah bukan kegilaan atau ketidak warasan, akan tetapi sebuah pemikiran yang sederhana, namun luar biasa dari mereka yang dilahirkan tidak sama seperti  yang lainnya. BAB ini pun menjadi jalan bagi saya untuk SEMBUH serta bersyukur dan yakin bahwa dilahirkan tidak sama sperti yang lainnya adalah sebuah ANUGERAH. Dan diluar sana ada banyak pendukung-pendukung  terbaik untuk kita agar tetap BERBEDA…



Tidak ada komentar:

Posting Komentar